URGENSITAS GENERASI SHOLEH-SHOLEHAH
(M. Alfithrah Arufa, M.Pd.I)
Adalah menjadi
faktor kesuksesan sesorang, kebahagiaan sesorang jika orang itu mempunyai anak-cucu
yang sholih sholihah, bagaimana tidak ? dengan anak-cucu yang sholih-sholihah
itulah saat kita mati ada yang menshalati, saat kita mati ada yang mendoakan,
saat kita mati ada yang menziarahi makam kita, dengan adanya anak-cucu yang
sholih sholihah itulah saat kita mati :
- (memang) saat kita mati, kita meninggalkan masjid sekaligus dengan rutinitas ibadah di dalamnya, tapi anak-cucu kita yang sholih sholihah akan meneruskan aktifitas kita jama’ah di masjid,
- (memang) dengan mati, kita meninggalkan Mushollah, tapi dengan anak-cucu yang sholih-sholihah itulah anak-cucu kita akan melanjutkan kegiatan kebiasaan kita ke Mushollah.
- (memang) dengan mati, kita pasti berhenti membeca Al-Qur’an, namun anak-cucu yang sholih sholihah meneruskan bacaan kita bahkan bisa jadi di Mushaf yang sama
- (memang) dengan mati, kita terhenti silaturahminya bersama keluarga, kerabat, dan sahabat baik kita, tapi dengan anak-cucu yang sholih sholihah silaturahmi itu bisa bersambung bahkan lebih baik dari kita sebelumnya
- (memang) dengan mati, kita berhenti beramal shaleh, kita behenti bershadaqah, dan bahkan kita pasti berhenti belajar atau megajar, tapi dengan adanya anak-cucu yang sholih sholihah mereka bisa lebih mengerti daripada kita tentang sabda Nabi Muhammad tentang :
اِذَامَاتَ
اْلاِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ اِلاَّ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَاِلحٍ يَدْعُوْلَهُ.
رواه مسلم
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa
Rasulullah SAW Bersabda: “Ketika anak adam meninggal, maka terputuslah pahala
amalnya kecuali tiga hal, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shaleh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).
Kenapa contoh-contoh tadi hanya menggambarkan pendidikan agama? karena untuk melanjutkan karir, atau Skil orang tua, anak yang otaknya pintar mungkin bisa melanjutkannya namun tanpa keshalehan, juga akan hancur perjuangan tersebut, kariri dan skil mungkin bisa dipelajari dalam waktu singkat, namun untuk pendidikan agama dan nilai-nilai di dalamnya tidak bisa dengan waktu singkat. Harus dimulai sejak dini.
Rasulullah saw Bersabda :
أَرْبَعٌ
مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ
أَبْرَارًا وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ
*
“Ada
empat perkara dari kebahagiaan seseorang, yaitu : pasangan hidup yang sholihat,
anak – anak yang baik / berbakti, pergaulaannya adalah
dengan orang–orang yang sholeh dan rizkinya di negerinya sendiri”. (HR
Dailami)
Teramasuk faktor kebahagiaan suksesnya sesorang jika sesorang itu mempunyai suami yang Sholih / Istri sholihah. Dari pasangan suami istri yang sholih sholihah itu kelak akan lahir anak-cucu yang sholih sholihah. Seolah Rasulullah ingin menyampaikan sistematika mendidik anak yang paling baik, yakni :
1. Konsep
Keshalehan Pasangan hidup menandakan keharusan adanya aliran genetika (gerakan perbaikan genetikan sholeh/Sholehah) dan
keteladanan yang shaleh-sholehah dari orang tua, artinya orang tua menshalehkan
diri terlebih dahulu.
2. Akan
lahir generasi yang sholeh-sholehah dari genetik dan keteladanan yang shaleh
sholehah
3. Jika
sudah tertanam nilai-nilai dhahir dan bathin yang sholeh, maka anak ketika
sudah terpisah jarak, tempat, dan waktu, maka genetika dan keteladana dari orang tua
menjadikan anak diselamatkan Allah dengan mempunyai lingkungan dan teman yang
sholeh-sholehah pula. Lingkungan dan teman ini bahkan dianggap menjadi seolah-oleh seperti
kasih sayang, kebaikan dan kecintaan orang tua pada si anak.
4. Kelak
urusan rizkinya akan diatur selalu dekat dengan orang tua dengan keluarganya,
kedekatan ini melekat dimana saja dan kapan saja, sehingga apapun kenikmatan
yang dirasakan anak, sejatinya sang anak sedang dan akan berbagi nikmat bersama
orang tuanya walaupun sebatas bacaan surat Al-Fatihah dan dapat nikmat makan
yang enak, anak shaleh ingat orang tuanya lalu berdoa untuk orang tuanya lalu
membaca doa makan. lintasan wajah orang tua saat mendapat nikmat yang besar
akan mengikutinya.
Salah satu kunci keberhasilan kuatnya konektifitas antara anak dan orang tua adalah dengan merenungi sabda Rasulullah ini :
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا
“Bukanlah termasuk
golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati
orang yang dituakan diantara kami”.
(Hadits Shahih,
Riwayat, At-Tirmidzi, Lihat Shahiihul jaami’ no.5445)
Ada orang tua tidak menyayangi anaknya, maka akan ada juga
Anak yang tidak menghormati orang tua. (Na'udzu Billahi Min Dzalik)
Runtutan sabda Nabi ini setidaknya memberi gambaran
pada kita, bahwa nabi memulai dari menyangi yang kecil (anak-anak), maka pelakunya adalah
yang dianggap tua (orang tua), jadi Ketaladanan adalah kuncinya.
Jika anak sudah tidak memulyakan orang tua ini
alamat rusaknya dunia. Anak kalau tidak memulyakam orang tua kelak akan
memiliki anak turunan yang hatinya jelek, di sekolahkan bisa pintar namun
hatinya tetap jelek. Nah... suatu saat model anak seperti ini akan hadir memenuhi dan mengurusi dunia, nah... rusaknya dunia ini sebab rusaknya manusia, rusaknya manusia sebab rusaknya hatinya
manusia itu sendiri.
Maka jika kita ingin punya anak yang sholeh, mari
bersama-sama bahagiakan orang tua, anak nakal menjadi baik itu yang mengatur
adalah Allah Swt. Guru, Ustadz, kiyai itu
tidak bisa menjadikan anak nakal jadi pinter atau baik, semua yang aturan Allah.
Orang tua dan guru hanya menjembatani, mengantarkan, dan menyampaikan tentang
kebaikan, urusan hasil adalah urusan Allah.
Belum lama kita digegerkan dengan berita Orang tua membunuh anak karena anak sulit dalam belajar daring/online. Apa yang terlintas dalam benak kita saat melihat realita ini terjadi. Tuntu kita berharap hal ini tidak boleh terjadi pada diri kita dan anak-anak kita. Anak yang menjadi aset kita (sebagaiamana saya sampaiakn di awal tadi) dianggap sebagai benda mati yang ketika rusak harus digoyangkan tubuhnya, harus dibongkar fisiknya, dan harus dibuang potensinya di sampah. hal ini tentu tidak kita inginkan.
Mari kita belajar sepert petani, yang hanya bertugas menanam dan merawat padi di sawah, tanpa harus ikut campur meninggikan batang padinya, tanpa ikutan menambah jumlah daun dan biji padinya. Dia sadar yang Juasa hanya Allah Swt untuk menjadikan Padi itu bisa dipanen. Harusnya Pendidikan anak pun demikian. Dimulai dari kasih sayang orang tua yang sholeh/Sholehah, sehingga anak akan siap untuk menghormati orng tuanya.
Untuk itu, kita yang rata-rata awam, tidak bisa mengajari anak sendiri, tidak bisa mengajari kitab kuning pada anak sendiri, tidak bisa mendidik anak secara langsung, kita orang awwam mungkin juga repot dengan segala kesibukan, bisanya hanya titip pada orang lain, titip kepada lembaga pendidikan. Maka pastikan orang lain yang kita titipi untuk mendidik anak kita adalah orang yang benar akhlaknya, orang yang benar agamanya, orang yang benar aqidahnya. Pastikan lembaga yang kita titipkan anak kita, pastikan lewat pendidikan sekolah itu anak kita menjadi sholih sholihah, mereka tetap ngaji, mereka tetap menjaga sholat. Memang sejayinya favoritnya sekolah itu penting bagi kaum muslimin untuk masa depan keduniawiaan, namun sekali lagi kalaupun sulit mencari sekolah yang benar-benar menjamin sholih-sholihahnya anak cucu kita, mending memilih lembaga yang biasa namun menjamin anak kita bisa istiqmaha Sholat, bisa baca Al-Qur'an dan hafidz Al-Qur’an, anak kita bisa ngaji, anak kita bisa menjadi sholih sholihah.
Sekali lagi mariah
kia menitipkan anak kita kepada lembaga-lembaga pendidikan yang bisa menjamin
anak-cucu kita Sholih Sholihah.
Mari kita angan-angan Sabda Nabi Muhammad Saw :
عن ايو ب موس عن ابيه عن جده ان رسول الله صلى الله عليه
وسلم قَالَ مَا نَحَلَ وَالَدُ
وَالِدًا مِنْ نَحْلٍ اَفْضَلَ مِنَّ اَدَبٍ حَسَنٍ (أ
خرجه التر مني : كتاب البرو الصلة : باب ما
جاءفى اداب الولد)
“Dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dan kakeknya bahwa Rasulullah
SAW bersabda : Tiada suatu pemberianpun yang dihadiahkan oleh orang tua
kepada anaknya lebih utama dari pendidikan yang baik”. (HR. Tirmidzi).
Pintar itu penting, tapi yang lebih penting dari itu adalah Akblaq, yang jujur, amanah, rajin sholat, rajin ibadah, rajin ta’at, tidak mau maksiat, ke orang tua pun nurut, kinerja dalam pekerjaannya baik apapun level pangkatnya dan jabatannya, walaupun anak itu agak bodoh, itu jauh ebih lebih mulya dari pada pintar namun akhlaknya buruk. dari pada pintar tapi korupsi. dst
Sebagai penutup, Rasulullah saw. :
أَدِّبُـوْا أَوْلاَدَكُمْ عَـلَى ثَلاَثِ حِصَـالٍ: حُبِّ
نَبِـيِّكُمْ وَحُبِّ أهلِ بَيْـتِهِ, وَتِـلاَوَتِ اْلقُـرْآنِ. فَإِنَّ
حَمَـالَةَ الْقُـرْآنِ فِى ظِـلِّ عَـرْشِ اللهِ يَـوْمَ لاَ ظِـلَّ إِلاَّ
ظِلُّـهُ مَعَ أَنْبِـيَآئِـهِ وَأَصْفِـيَآئِـهِ
Artinya: “Didiklah anakmu tiga hal ini:
mencintai nabimu, mencintai keluarganya, dan membaca Alquran. Sebab orang-orang
yang ahli Alquran itu akan berada dalam naungan singgasana Allah, saat hari
dimana tidak ada naungan selain naungannya semata, dikumpulkan beserta para
nabi-Nya dan kekasih-kekasih-Nya.” (HR. at-Thabrani)
Demikianlah Rasulullah memberikan petunjuk pada kita tentang
hal-hal apa yang perlu ditanamakan sejak dini kepada anak-anak kita, diantara
hikmah yang bisa kita ambil adalah bagaimana kita diperintah untuk
menanamkan rasa cinta pada baginda nabi, agar kelak sampai dewasa nanti yang
selalu menjadi teladan adalah nabinya sendiri, karena bagaimanapun juga
seseorang akan lebih cenderung mengikuti apa yang dicintainya. Demikian pula
dengan mengajarkannya membaca Alquran, agar ia tidak asing dengan kitab
pedomannya sendiri.
Dengan
pendidikan anak berbasis Al-Qur’an setidaknya, anak kita yang mungkin berada di
Sekolah Umum, kurang jam pelajaran Agamanya, akan mensiasati belajar Al-Qur’an
di luar jam sekolah, seperti TPQ, TPA di sore hari, Madrasah diniyah di malam
hari, bahkan Pondok pesantren dan sejenisnya, hal ini bukan masalah tempat dan
kegiatannya saja, namun dengan Belajar Al-Qur’an di tempat yang tepat, maka lingkungan
dan sahabat terbaik bisa ditemukan dan akan menjaga Anak-anak kita dari buruk-buruknya
akhlaq.
Semoga kita senantiasa dijadikan orang-orang yang menjadi
lantaran kemanfaatan kepada orang lain, khusunya keluarga, anak-cucu dan dzurriyah kita serta orang-orang
terdekat kita. Aamin Ya Rabbal 'Alamin.
Wallahu A'lam