BERPRASANGKA
BAIK DALAM MENILAI ORANG LAIN
(Oleh :
Muhammad Alfithrah Arufa)
اَلْحَمْدُ
لله، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَوْضَحَ لَنَا سَبِيْلَ الرَّشَادْ، اَشْهَدُ اَنْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رَبُّ الْاَرَضِيْنَ
وَالسَّمَوَاتِ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا محمدا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرُ
الْعِبَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ وَتَرَحَّمْ وَتَحَنَّنْ
عَلَى سَيِّدِنَا محمد، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ الْمَعَادِ. اَمَّا بَعْد فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ.
اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَاِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.
قال الله
تعالى في كتابه الكريم : يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ
اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ
وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Satu
Kisah menarik tertulis dalam kitab adabu ad-Dunya wa ad-Din karya Imam Abil Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Bashri
Al-Mawardi. Suatu ketika, Sahabat
Rasulullah Saw yang bernama Thalhah bin
Abdurrahman bin Auf, seorang saudagar kaya raya dan sangat dermawan
di masanya, beliau selalu didatangi sahabat-sahabatnya untuk bersilaturahmi,
hampir tiap hari tamu berdatangan di rumahnya. Sang saudagar ini menjamu mereka
dengan baik terkadang memberikan bantuan seadanya pada para tamu-tamunya.
suatu
saat, sang saudagar kaya ini kehabisan harta. Perlahan sahabat-sahabat yang
biasanya bertamu tidak datang lagi ke kediaman sang saudagar ini.
Melihat
kenyataan ini, Istri sang saudagar kaya ini berkata : “Aku tidak melihat
kaum yang buuk dari sahabat-sahabatmu” mendengar hal itu sang saudagar itu
terkejut. “mengapa engkau berkata begitu wahai istriku?” tanya saudagar itu. Si
istri kemudian menjawab : “betapa tidak, ketika
engkau masih kaya, setiap hari temanmu datang bersilaturrahmi ke tempat ini.
Dan ketika engkau miskin, tak seorang pun sahabatmu datang kesini. Bahkan
mengenalmu pun, seolah-olah tidak”
Thalhah bin Abdurrahman menjawab dengan bijaksana:” Wahai Istriku, ketahuilah Justru mereka adalah sahabat-sahabatku yang baik. Mereka datang bersilaturrahmi ke rumah kita ketika kita mampu menjamu dan membantu mereka. Dan ketika kita miskin, mereka tidak datang ke rumah kita karena mereka paham, kita belum bisa menjamu mereka dan mereka tidak ingin membebani mereka.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Sungguh suatu karakter yang luar biasa.
“lihatlah !, betapa kemuliaan seorang Thalhah yang mentakwilkan : menganggap
sikap kurang baik para sahabatnya sebagai suatu kebaikan”. Sikap yang mungkin
bagi orang lain dianggap sebagai suatu penghianatan, tapi bagi Thalhah dianggap
sebagai suatu kesetiaan. Dan ini adalah karakter orang-orang mulia, karakter
orang-orang baik. Karena orang baik itu tidak melihat sesuatu kecuali yang
dilihat itu adalah sisi kebaikannya.
اَلْخَيْرُ
لَايَرَى شَيْئًا إِلَّاخَيْرًا
“Orang yang baik itu tidak melihat terhadap
sesuatu kecuali yang dilihat adalah sisi-sisi baiknya, atau sisi-sisi yang
positif.”
Maka iniliah
pentingnya kita berpikir positif, berprasangka yang baik, atau husnu
dzon. Baginda nabi bersabda:
أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ
حُسْنُ ظَنِّ بِاللهِ وَحُسْنُ ظَنِّ بِعِبَادِ اللّهِ
“Seutama-utama amal adalah berprasangka baik
kepada Allah dan berprasangka baik kepada hamba-hamba Allah.”
Yang pertama, husnu dzon billah. Berprasangka baik kepada Allah.
Di dalam hadis qudsi, Allah berfirman:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ
عَبْدِيْ بِيْ
“Aku (Allah) sesuai dengan prasangka hamba-Ku
terhadap Aku.”
Artinya, ketika seorang hamba itu
berprasangka baik kepada Allah maka Allah pun membenarkan dan merealisasikan
kebaikan-kebaikan yang ada di dalam prasangka seorang hamba. Tetapi sebaliknya,
ketika seorang hamba itu suudzon, berprasangka buruk kepada Allah maka
Allah pun membenarkan dan merealisasikan keburukan-keburukan yang ada dalam
prasangka hamba tersebut.
Maka, sudah selayaknya seorang hamba itu
selalu berlatih husnu dzon. Selalu membiasakan berprasangka baik, agar
kebaikan-kebaikan yang ada dalam prasangka hamba itu diwujudkan dan
direalisasikan oleh Allah Swt. karena kita tidak tahu, terkadang apa yang kita
benci justru itu adalah kebaikan. Sebaliknya, apa yang kita cintai justru
adalah suatu keburukan.
Artinya, ketika kita tidak mengetahui
kehendak Allah, maka sudah sepantasnya kita selalu berprasangka baik husnu
dzon kepada Allah Swt.
Yang kedua, husnu
dzon bi ‘ibadillah. Berprasangka baik terhadap hamba-hamba
Allah. Seperti yang dilakukan oleh Thalhah tadi.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Dalam kitab Shifat al-Shafwah, Imam Ibnu Jauzi mencatat sebuah riwayat tentang Imam Bakr bin Abdullah al-Muzani (Imam Bakr bin Abdullah al-Muzanni (w. 106/108 H) adalah seorang ulama besar dari kalangan tabi’in. menurut para ulama, Imam Bakr al-Muzanni adalah ahli fiqih dan ahli hadits yang mumpuni.). Berikut riwayatnya :
عن كنانة بن جبلة السلمي قال: قال بكر بن عبد الله : إذا رأيتَ من هو أكبر منك فقل: هذا سبقني
بالإيمان والعملي الصالح فهو خير منّي, وإذا رأيتَ من هو أصغر منك فقل: سبقتُه
إلي الذنوب والمعاصي فهو خير منّي, وإذا رأيتَ إخوانك يُكرِمونك ويُعظِّمُونك
فقل: هذا فَضلٌ أَخَذُوْا بِهِ, وإذا رأيتَ منهم تَقْصِيْرًا فقل: هذا ذنبٌ أحْدَثْتُهُ
Dari
Kinanah bin Jablah al-Sulami, ia berkata: Imam Bakr bin Abdullah berkata:
1. “Ketika
kau melihat orang yang lebih tua darimu, katakanlah (pada dirimu sendiri): ‘Orang
ini telah mendahuluiku dengan iman dan amal shalih, maka dia lebih baik
dariku.’
2. Ketika
kau melihat orang yang lebih muda darimu, katakanlah: ‘Aku telah mendahuluinya
melakukan dosa dan maksiat, maka dia lebih baik dariku.’
3. Ketika
kau melihat teman-temanmu memuliakan dan menghormatimu, katakanlah:
‘Ini (karena) kualitas kebajikan yang mereka miliki.’
4. Ketika
kau melihat mereka kurang (memuliakanmu), katakan: ‘Ini (karena) dosa yang telah
kulakukan.”
(Imam Ibnu Jauzi, Shifat al-Shafwah, Beirut:
Dar al-Ma’rifah, 1985, juz 3, h. 248)
Prasangka
baik harus kita dahulukan dalam menilai seseorang, sejahat dan seburuk apapun
orang tersebut. Andai kita melihat ada hal-hal yang perlu diperbaiki dari orang
tersebut, lakukanlah dengan ma’ruf. Apalagi jika orang yang kita nilai
adalah orang yang kita kenal atau dikenal berilmu. Kita harus lebih
berhati-hati. Maka, penting bagi kita untuk menjadikan nasihat Imam Bakr
bin Abdullah al-Muzani (w. 108 H) sebagai pegangan sekaligus pengingat diri.
Dalam
riwayat di atas, Imam Bakri al-Muzanni
mengambil jarak penilaian antara dirinya dan orang selainnya. Ia melatih
dirinya untuk selalu memandang orang lain dengan rasa hormat. Siapa pun yang ia
temui, ia akan menganggapnya lebih mulia dan utama. Ia memberikan dua
argumentasi untuk hal ini. Pertama, karena ia tahu betul siapa
dirinya, dan kedua, karena pengetahuannya terhadap orang lain
dipenuhi dengan keragu-raguan.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Selain
itu ada pula pesan dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani., beliau memberikan
tambahan sebagaimana termaktub dalam Kitab Nashaihul Ibad karya Syekh M Nawawi
Al-Bantani, kata Syekh Abdul Qadir Al-Jailani :
1. “Jika
bertemu ulama atau orang alim, kamu mesti berprasangka, ‘Orang ini
dianugerahkan ilmu yang tidak dapat kugapai, meraih derajat tinggi yang tidak
kuraih, mengetahui materi ilmu yang tidak kuketahui, dan mengamalkan ilmunya,’”
2. “Bila
bertemu orang awam atau bodoh, kamu harus berpikiran, ‘Orang ini
bermaksiat kepada Allah karena ketidaktahuannya. Sedangkan aku bermaksiat
kepada-Nya secara sadar di tengah ilmuku. Aku sendiri tidak pernah tahu
bagaimana akhir hidupku dan akhir hidupnya, apakah husnul khatimah atau su’ul
khatimah,’”
3. “Bila
berjumpa dengan orang kafir, kamu harus berprasangka, ‘Bisa jadi orang kafir ini
suatu saat memeluk Islam dan mengakhiri hidupnya dengan amal yang baik/husnul
khatimah. Sedangkan aku bisa jadi malah menjadi kafir suatu saat dan mengakhiri
hidup dengan amal yang buruk/su’ul khatimah,’”
Sederhananya, pertama, semua
manusia tentu tahu kualitas dirinya sendiri. Misalnya, pernah
berbuat dosa, memiliki banyak aib yang disembunyikan, atau sering melakukan
kebohongan. Kedua, apa pun yang
kita ketahui tentang orang lain, meskipun akrab atau kenal baik, tidak bisa mencapai
derajat keyakinan seperti terhadap diri sendiri. Pasti ada ruang keraguan
karena kita bukan mereka. Apalagi terhadap orang yang tidak kita kenal sama
sekali.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Sebagai penguat pembahasan husnudzan tadi, mari kita renungkan sebuah
kalam hikmah dai ulama salafus Sholih :
مَنْ كَثُرَ عِلْمُهُ، قَلَّ اِنْكَارُهُ عَلَى
النَّاسِ
Artinya: “Barangsiapa yang banyak ilmunya, perasaan tidak cocoknya
kepada masyarakat sedikit.”
"Orang kalau ilmunya tinggi (rajin ngaji,
rajin majelis, kumpul sama ulama dan orang sholeh misalnya), maka tidak akan gampang menyalahkan orang lain (bersuudzan). Sama saja kalau kita berada di lantai
2, di bawah, maka tidak akan memiliki
pandangan yang luas. Tapi kalau berada di lantai yang lebih tinggi kita akan melihat dengan lebih luas (lebih mampu
melihat sisi positif dari segala perbedaan)"
Mari kita memulai
dari diri sendiri (Ibda’ Bi Nafsik)!. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Kîmiyâ’us
Sa‘âdah mengatakan bahwa mengenal diri (ma‘rifatun nafs) adalah
kunci untuk mengenal Allah. Logikanya sederhana: diri sendiri
adalah hal yang paling dekat dengan kita; bila kita tidak mengenal diri
sendiri, lantas bagaimana mungkin kita bisa mengenali Allah? Sebagaimana hadits Rasulullah : “man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa
rabbah” (siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya).
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah
Semoga bermanfaat, khususnya bagi diri saya dan umumnya bagi
para jamaah. Semoga kelak kita dapat membawa prasangka baik agar menjadikan
lingkungan kita aman dan damai, serta sebagai jalan menuju ampunan Allah SWT, menuju
Ridha Allah SWT hingga kelak di akhir hayat, Ajal menjemput dengan cara khusnul
khotimah. Aamiin Ya Robal
‘Alamin…
إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ كَلَامُ اللهِ الْمَلِكُ الْمَنَّانُ وَبِالْقَوْلِ يَهْتَدُ الْمُرْتَضُوْنَ . مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
……………………………
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ
لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ.
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا
أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينْ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ
الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ
أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ
وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ
! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي
اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ