SEJARAH ILMU FIQH (Oleh. Ust. Muchamad Sofyan Hadi, M.Pd.I)
Imam Abdul Mu’ali al-Juwaini (w. 1085 M), guru besar
Madrasah Nizamiyyah, atau biasa disebut Imam Al-Haramain, dalam Al-Waraqat
mendefinisikan fiqih sebagai berikut,
معرفة الأحكام الشرعية التي
طريقها الإجتهاد
Artinya:
“Mengetahui hukum-hukum syari’at melalui metode ijtihad.” (Syarah Mahalli li
Al-Waraqat, hal. 26)
Dari definisi di atas, Imam Jalaluddin al-Mahalli
mencontohkan, diantanya: mengetahui hukum wajib dalam niat wudhu, hukum sunah
pada shalat witir, niat malam hari untuk berpuasa Ramadhan adalah syarat wajib,
dan lain sebagainya. Semua hukum tersebut diketahui dengan jalan ijtihad oleh
para ulama. Lebih detail lagi, Imam Mahalli dalam Syarah Jam’ul Jawai’,
mendefinisikan Fiqih sebagai berikut,
(و الفقه العلم
بالآ حكام) أي بجميع النسب التامة (الشرعية) أي المأخوذة من الشرع المبعوث به
النبي الكريم
(العملية) أي
المتعلقة بكيفية عمل قلبي أ غيره كالعلم بأن النية في الوضوء واجبة و أن الوتر
مندوب.
(المكتسب) ذلك
العلم من أدلنها التفصيلية للأحكام.
Artinya:
“Fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syari’at Nabi Muhammad saw yang bersifat
aplikatif, baik berkaitan dengan pekerjaan hati atau fisik, seperti mengetahui
hukum wajib atas niat wudhu dan hukum sunah atas shalat witir. Pengetahuan itu
harus diusahakan (bukan otomatis) melalui dalil-dalil parsial”
(lihat Syarah Imam Mahalli atas Jam’ul Jawami, hal. 71-74)
Dalam catatan sejarah hukum Islam, fiqih memiliki
sejarah yang panjang. Dr Abdul Wahab Khallaf (w. 1956 M) membagi periodisasi
perkembangan fiqih dalam tiga babak. Periode pertama, saat Nabi Muhammad
saw masih hidup, kedua pada masa sahabat saat Nabi sudah tiada, dan ketiga
pada masa tabi’in, tabi’ tabi’in, dan para imam mujtahid. Tiap-tiap periode
memiliki dinamikanya masing-masing.
Periode pertama adalah pada masa Nabi Muhammad
SAW masih hidup. Pada dasarnya, hukum atas suatu perbuatan sudah terbentuk
sejak zaman Rasulullah, sejak pertama kali Islam itu hadir; karena Islam
sendiri sejak awal sudah bermuatan akidah, akhlak, dan hukum atas perbuatan
manusia. Pada periode ini, Rasulullah lah yang menjadi satu-satunya rujukan
fatwa umat Islam. Hukum-hukum fiqih saat itu terdiri dari hukum Allah dan
rasul-Nya dengan acuan Al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, tidak mungkin terjadi
selisih pendapat hukum saat itu. Karena memang hanya ada satu pemegang otoritas
hukum, yaitu Rasulullah SAW.
Periode kedua adalah pada masa sahabat Nabi.
Rasulullah sudah tidak ada. Bagaimanapun, problematika sosial akan terus
berkembang dan tentunya hukum Islam tidak bisa lepas dari hal ini. Pada periode
ini banyak persoalan-persoalan agama muncul yang tidak ditemui pada saat Nabi SAW
masih hidup. Otomatis, para sahabat melakukan ijtihad, memutuskan
perkara, memberikan fatwa, menetapkan hukum syari’at, dengan tetap mengacu pada
hukum periode pertama. Sehingga produk hukum pada saat itu terdiri dari hukum
Allah dan Rasul-Nya, serta fatwa sahabat dan keputusannya yang bersumber dari
Al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijtihad sahabat. Pada periode ini ini juga belum ada
kodifikasi fiqih secara khusus.
Periode ketiga, yaitu periode tabi’in, tabi’ut
tabi’in, dan para imam mujtahid (abad kedua dan ketiga Hijriyah). Pada periode
ini bukan hanya periodisasi yang menjadi faktor perkembangan hukum fiqih
semakin kompleks, tetapi juga karena semakin luasnya kekuasaan Islam dan
banyaknya pemeluk Islam dari penjuru dunia dengan pluralitas sosio kultur dan
geografis. Tentu, masalah yang dihadapi umat Muslim, terutama para imam
mujtahid, lebih serius. Pada akhirnya, semua itu mendorong para imam mujtahid
untuk memperluas medan ijtihad dan menetapkan hukum syara’ atas semua peristiwa
terkait yurisprudensi Islam serta membuka bahasan dan pandangan baru bagi
mereka. Ketetapan hukum pada periode sebelumnya tetap menjadi acuan periode
ini.
Pada periode ketiga ini, hukum-hukum fiqih terdiri
dari hukum Allah dan rasul-Nya, fatwa dan putusan para sahabat, fatwa imam
mujtahid dan hasil ijtihad mereka, yang bersumber dari al-Qur’an, hadits,
ijtihad para sahabat, dan ijtihad para imam mujtahid. Barulah pada periode ini
terjadi kodifikasi hukum Islam yang dipelopori oleh Imam Malik bin Anas (w. 795
M) dalam kitabnya yang berjudul Al-Muwattha’ atas permintaan Khalifah
al-Manshur (w. 775 M) (khalifah kedua Bani Abbasiyah). Kitab ini berisi
hadits-hadits dan fatwa para sahabat, tabi’in, serta tabi’ut tabi’in yang sahih
(valid) menurut Imam Malik. Lalu kitab ini dijadikan landasan hukum fiqih oleh
penduduk Hijaz.
Berikutnya, Abu Yusuf (w. 798 M), pengikut mazhab Imam
Abu Hanifah (w. 797 M), menyusun beberapa kitab fiqih yang kemudian menjadi
rujukan negeri Irak. Disusul oleh Imam Muhammad bin al-Hasan as-Syaibani (w.
189 H), yang juga pengikut mazhab Imam Abu Hanifah, menyusun kitab Zahir
ar-Riwayah as-Sittah yang kemudian dikomentari oleh Imam Syamsul A’immah
al-Sarkhusy (w. 490 H) dengan kitabnya Al-Mabsuth, yang menjadi rujukan fiqih
mazhab Hanafi.
Setelah itu disusul oleh Muhammad bin Idris as-Syafi’
(w. 820 M) atau yang dikenal dengan Imam Syafi’ menulis kitab fiqih yang diberi
judul Al-Umm di Mesir. Dan kemudian Kitab ini menjadi pijakan dalam fikih
mazhab Syafi’i.
CARA MENJAGA TRADISI MAULID NABI MUHAMMAD SAW (Ust. Muchamad Sofyan Hadi, M.Pd,I*)
Berangkat dari sebuah hadits Qudsi :
لَوْلَاكَ
لَوْلَاكَ يَا مُحَمّد لما خَلَقْتَ الأَفْلَاك
Artinya: Jika bukan
karena engkau wahai Muhammad, tidak akan aku ciptakan alam semesta ini.
Kira-kira lebih dahulu mana
Nabi Muhammad dengan Nabi Adam As ?, ketahuilah dzahirnya duluan Nabi Adam AS.
tetapi hakikatnya duluan Nabi Muhammad SAW. Di dalam Diba diterangkan,
Malaikat-malaikat itu janggal ketika Allah menciptakan Nur Muhammad SAW yang begitu
mencorong bersinar, Mereka (malaikat) berkata itu Nurnya Adam begitu terangnya.
Dijawab oleh Allah SWT:”itu bukan Adam,
Gara-gara Nur itu Adam As memiliki Derajatyang tinggi, Malaikat mengira lagi : “itu
Nurnya Nuh As” dan terus disalahkan oleh Allah,sampai Malaikat mengira terus hingga dianggap Nur nabi-nabi seterusnya.Dan akhirnya ditegaskan oleh Allah : “Itu
adalah Nurnya Nabi Muhammad SAW”
Bagaimana logikanya?, katanya Nabi Muhammad SAWada duluan namun lahirnya belakangan.
? Logika gampangnya begini, kalau ada Sutradara ingin membuat film, mesti
menentukan lakonnya dulu, siapa lakonnya di cerita ini. Misalnya namanya lakonya
adalah Kian Santang, maka untuk membuat film berjudul Kian Santang tentu tidak
hanya ada Kian Santang saja, bisa jadiharus ada ibunya, bapaknya, ada
kerajaannya, ada desanya, ada kampungnya, ada pedagang, dan lain-lainnya. Dari contoh
itu maka menjadi sebab Allah SWT menciptakan Lakon yang bernama Nabi Muhammad
SAW akhirnya yang lainnya menjadi ada / diadakan atau diciptakan.
Jika sudah demikian,
keberadaan kita ini adalah sebab keberadaan Rasulullah SAW, lalu apakah untuk
bersyukur pada kelahiran Rasulullah SAW kita merasa berat, bahkan ada yang dipermasalahkan.
Coba kita berfikir!. Jadi, kalau ada orang, jangankan melarang Maulidan,
bertanya saja “apa hukumnya maulidan?”, maka itu sudah masuk perbuatan Dzolim,
apalagi mengharam-haramkan dan membid’ah-bid’ahkan. Tentu drajatnya makin tidak
jelas.
Kenapa perlu ada kegiatan Sejuta
Shalawat di SMKN 5 Surabaya ini, ada yang bilang “kayaknya terkesan dipaksa bersholawat ?”.
Mari
kita belajar sedikit. Di salah satu desa di Negara Irak, ada cara yang berbeda dalam
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, umumnya Maulid itu seperti di negara kita ini, bergembera, bersholawatdan lainnya, namun di daerah Irak
tersebutsaling bersaing banyak-banyakan membaca Sholawat, ketika datang bulan Robi’l Awal mereka mengurangi vokume
bekerja, mengurangi intensitas duniawi, menambah kualitas dan kuantitas bacaan
sholawatnya, bagus-bagusan, dan banyak-bayakan sholawat. Ketika tiba akhir Robi’ul
Awal mereka keluar dari rumah, saat bertemu tetangganya, mereka saling bertanya
satu sama lain, pertanyaannya adalah “selama Robi’ul Awal berapa kali kamu (mimpi)
bertemu Nabi Muhammad SAW?, ” Luar biasa adat tradsi baik seperti ini, harus
dijaga. Jadi, memang harusnya beda antara bulan Robi’ul Awal dengan yang bukan Robi’ul
Awal, kalau di luar Robi’ul Awal istiqomahnya baca sholawat 10 X, maka di bulan
Robi’ul Awal harunya lebih dari 10X, agar tampak bedanya senang atau tidaknya
sesorang pada Lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Makanya panitia kegiatan
sepertinya “sedikit memaksa” mengadakan pekan sejuta Sholawat di MKSN 5
Surabaya, mnimal 500X Sholawat dalam 5 hari, berarti 100 perhari. Ayo kita azam
dan niatkan dalam hati kita nambah bacaan sholawat agar ada bedanya mahabbah
kita pada Rasulullah SAW.
Kenapa tadi kalian
diberikan uang yang ditusuk seperti sate, seperti bendera yang di tancapkan di
pelepah pisang ?
Dalam kitab I’anatut
Tholibin dijelaskan :
من قرأ مولد الرسول صلى الله عليه و سلم على دراهم مسكوكة فضة كانت
او ذهبا و خلط تلك الدراهم مع دراهم اخرى وقعت فيها البركة ولا يفتقر صاحبها ولا
تفرغ يده ببركة مولد الرسول صلى الله عليه و سلم (إعانة الطالبين : 3 – 415)
“Barang siapa yang mebaca Maulid Nabi SAW pada uang, lalu uang
itu dicamur dengan uang lainnya, mkaa uang itu jadi berkah dan pemiliknya tidak
akan fakir serta tidak akan pernah habis sebab dapat berkah dari kelahiran Nabi
Muhammad SAW”
Jadi
siapa yang punya uang terus dibacakan “Maulid”
(hakikatnya disholawati) kemudian uang itu disimpan di dalam dompet dan dicampur
dengan uang lainnnya, maka uang dalam dompet itu menjadi barokah. Syaratnya :
di dalam dompet
harus ada uangnyaya bukan uang dari maulid saja. Dan hal ini tidak dikatakan sebagai
klenik.
Andaikan ada orang menetang
barokah, dan mengatakan tabarukkan itu merupakan sebuah kekufuran,
bagaimana dengan sahabat-sahabat Nabi yang hidup sezaman dengan Nabi dan Nabi
membenarkan?. Dalam kitab syaifu Anwar, kitab Syamail,
dan kitab lainnya dijelaskan bahwa sahabat-sahabat Nabi banyak yang tabaruukan
ke Nabi, contohnya adalah sayyidina
Bilal Bin Robbah, tatkala Kanjeng Nabi
Muhammad SAW hendak berwudhu, sayyidina Bilal mengambil wadah untuk wudhunya
Nabi dan mengguyurkan air wudhu ke Nabi, namun oleh Sayyidina Bilal, Air bekas yang
menetes dari anggota wudhunya Rasulullah tidak dibiarkann jatuh ke tanah, ditadahi
oleh sayyidina Bilal Bin Robah, setelah itu dibawah oleh Bilal Bin Robah, dan
sahabat lainnya yang mengetahui air sisa wudhu Nabi langsung berebut. Air itu diusapkan ke wajah mereka, Sampai-sampai sahabat
yang tidak kebagian air tersebut, meminta air yang masih menempel di wajah
sahhabat yang kebagian air sisa wudhu Rasulullah SAW.
Ketahuilah,
Peristiwa itu terjadi di depan Rasulullah dan
Rasulullah tidak melarang hal itu. Lalu bagaimana bisa mengatakan tabarrukan itu kafir ?
Tolong
beragama ini dibiasakan dari membaca At-Thurats (kitab keilmuan karangan
ulama) jangan dari Google!. Karena dikhawatirkan banyaknya yang tidak menyukai
agama ini namun menguasai IT lalu menulis di internet dan menciptakan mainset seolah agama yang benar
ternyata itu justru merusak agama. Ironinya generasi kita saat ini minim yang
mampu membadah dan mengkaji At-Thurats itu, padahal sumbernya masih original dari kitab-kitab kuning
itu.
Dalam kitab I’anah
At-Tholibin :
Syakh Ma’ruf Al-Karhi
mengatakan : “Siapa yang menyajikan makanan untuk pembacaan Maulidur Rosul,
untuk mengumpulkan saudara-saudaranya, menghidupkan pelita dan memakai pakaian
yang baru, dan memakai wangi-wangian dst. Maka Allah akan membangkitkan pada
hari kiamat nanti mereka itu beserta golongan yang utama dari golongan para
nabi dan ditempatkan pada derajat yang tinggi”
Semua ibadah, Istighfar,
sholat, tahlil, membaca Qur’an, Shodaqoh, dan sebagainya itu harus diberi
syarat Ikhlas baru diterima oleh Allah, Namun satu-satunya ibadah yang tidak
butuh ikhlas, riyakpun, Sombongpun, tetap diterima oleh Allah SWT, itu adalah
Sholawat. Hanya Sholawat yang menjadi satu-satunya ibadah yang tidak mungkin
tidak diterima. Sedangkan ibadah lainnya belum bisa dipastika diterima atau
tidaknya. Maka dari itu ayo didawamkan,
diperbanyak membaca sholawat.
Jika ada yang mengatakan
orang sholawat ini kafir, bid’ah. Dari mana ? Lokgika ilmunya, justru orangyang
ahli sholawat tidak mungkin kafir. Karena tidak mungkin muncul kekufuran
menyamakan Nabi Muhammad dengan Allah. Karena terkesan mengkultuskan Nabi
Muhammad berlebihan, ini orang yang
tidak mengerti ilmunya.
Kuncinyapahami maksud sebuah sholawat, misalnya lafadzAllahumma Shollai ‘Ala Sayyidina Muhammad, lafadz ini jika dimaknai “Ya Allah (Engkau) Limpahkanlah
Rahmat kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW”. Jika dipikir, siapa yang memberikan dan siapa yang menerima?,siapa Yang punya Rahmat,
siapa yang menerima Rahmat ?,tentu yang memberi adalah Allah SWTdan
yang menerima adalah Nabi Muhammad SAW. Jadi, Sehebat-hebatnya
kita memuji Nabi Muhammad sampe sundul langit (nabrak langit) tetap yang
memberi adalah Allah SWT dan Nabi Muhammad hanya sebagai penerima bukan
pemberi, lantas dimana letaknya kita mensejajarkan Nabi Muhammad dengan Allah
?. maka sangat tidak mungkin orang bersholawat itu kufur.
Ada yang mengkritik diba’,
yang baca diba’ itu kafir. Karena muji Muhammad berlebihan. Mereka mengkritik kalimat : Anta Syamsun
anta badrun, anta nuurun fauqo Nuur (Nabi Muhammad Engkat laksana Matahari,
Engkau laksana bulan purnama, Engkau cahaya di atas cahaya), bagi golongan
tertentu menganggap itu adalah Allah. Maka berani mengkafirkan pembaca Diba’. Ini
meandakan orang itu belum padahm dengan bahasa Arab apalagi balaghoh.
Mari kita bandingkan : Dalam QS. An-Nur : 35 adal lafadz Nuurun ‘ala Nuurin sedangkan di kitab maulid Diba’ kalimatnya Nuurun Fauqo
Nuur. Sementara secara makna memang sama namun secara fungsi ini berbeda,
Kalimat ‘Ala maknanaya di atas (tanpa batas tertinggi), sedangkan Fauqo
bermakna di atas (terbatas di permukaan benda), maka bisa dipastikan derajat ‘Ala
lebih tinggi daripada Fauqo. Maka jangan khawatir sesat kalau membaca Maulid diba’, jangan khawatir untuk tetap berahlus sunnah wal jama’ah.
Allah itu, jika sudah membuat hambanya benci, maka akan sangat benci
pada sesorang, tapi jika dibuat cinta, maka juga trlalu cintanya pada orang lain. Ada Fir’aun musuhnya Nabi
Musa, tapi yang merawat Nabi Musa (saat kecil) adalah Fir’aun itu sendiri, Ada
Abu Lahab, sosok yang sangat benci pada Nabi Muhamad SAW, tapi yang jadi
panitia kelahirannya nabi Muhammad SAW itu adalah Abu Lahab sendiri.
Luar biasanya Abu Lahab ini
sangking senengnya dengan kelahiran bayi (Nabi) Muhammad SAW, budaknya Abu Lahab yang bernama Su’aibah dilepaskan dan disuruh untuk membantu Aminah (ibunda Nabi Muhammad SAW) karena akan saat itu akan melahirkan, bahkan sampai Nabi Muhammad Lahirpun Su’aibah
(Budaknya Abu Lahab) menyusui bayi Nabi Muhammad SAW. Maka, sebab Abu Lahab senang sampai-sampai
membebaskan budaknya hingga menyusui bayi Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab setiap
hari senin diringankan Siksanya oleh Allah SWT, dan diberi hak oleh Allah untuk
dapat minum air yang bisa dikeluarkan dari cela antara jempol dan telunjuknya
abu lahab (sebagai gambaran Bayi Rasulullah yang juga pernah disusui oleh Su’aibah,
budak Abu Jahal).
Ini abu Lahab, orang yang dicatat oleh Allah sebagai
orang yang amalnya seperti fatamorgana, itu masih bisa mendapatkan fadhilah
mahabbah lahirnya Nabi Muhammad SAW. Lantas,bagaimana dengan Muslim Mukmin
seperti kita ini?. kita harus Yakin bahwa kita mampu mendapatkan fadhilahnya juga.
Ayo Jaga adab saat mahalul
Qiyam, jangan sampai tradisi rebutan jajan, hadiah dan sejenisnya bersamaan
dengan Mahallul qiyam. Karena saat itulah Rasulullah hadir, sangat tidak elok
jika kita sibuk rebutan makanan saat ada Nabi Muhammad, Perhatikan betul Dhomirnya “Ya Nabi Salam ‘Alaika”.
Dhomir Ka (كَ) itu artinya Kamu/Engkau,
(Anta). Secara logika jika berbicara sama orang dengan kata kamu, berarti
orangnya ada di hadapan kita. Maka
ayo disiasati dengan meletakkan susuanan acara berebut makanannya di
akhir-akhir setelah mahallul Qiyam selesai.
* Ketua
Takmir Masjid Darul Ilmi dan Guru PAI SMKN 5 Surabaya. | disampaikan
saat Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1443 H di SMKN 5 Surabaya
Dokumentasi Kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1443 H
Perkembangan
zaman serta cepatnya perjalanan teknologi menjadi tantangan sekaligus harapan
baru. Ibarat sekeping uang koin yang hanya memiliki dua sisi pilihan, baik atau
buruk. Serba instan dan mudahnya melaksanakan sesuatu yang diingankan membuat
orang makin memilih hal-hal yang lebih praktis, sehingga apapun yang diharapkan
sangat mudah dan cepat untuk diperoleh dengan teknologi. Kemudahan-kemudahan
tersebut tentu harus diimbangi dengan kecerdasan, baik kecerdasan intelegensi,
emosional, maupun spiritual. Dengan adanya kekuatan tiga kecerdasan ini akan
melahirkan manusia yang memiliki potensi kebaikan baik di dunia maupun di
akhirat.
Selain
lingkungan keluarga, Sekolah menjadi wadah yang paling kuat dalam membentengi
generasi muda ummat Islam saat ini, dengan kebijakan dan program pembentukan
karakter Agama Islam yang didukung dan disetujui sekolah maka diharapkan akan
banyak generasi yang diselamatkan dari kuatnya perkembangan zaman yang bisa
disalahgunakan.
Pendidikan
Agama di sekolah menjadi titik tumpuan harapan untuk memberikan penguatan
terhadap pembetukan karakter peserta didik dan membuka wawasan keilmuan agama
yang telah disusun dalam struktur kurikulum pendidikan agama, begitu kompleks goal
yang harus dicapai oleh tenaga pendidik khususnya guru-guru Agama untuk
mewujudkan peserta didik yang berkarakter mulia serta taat dalam beribadah baik
secara vertikan maupun horisontal. Semua target itu diupayakan dalam 3 jam
pelajaran dalam sepekan. Dengan berbagai problematika yang dihadapi, guru Agama
harus menyajikan metode yang bisa dimaksimalkan dengan keterbatasan waktu yang
disediakan demi tercapainya goal karakter mulia pada peserta didik.
Berangkat
dari semangat kesadaran sabda Rasulullah Saw :“sebaik-baik kalian adalah
orang yang mempelajari Al-Qur’an dan
yang mengamalkannya” (HR. Bukhari). Guru-guru PAI SMKN 5 Surabaya sebagai
salah satu bagian yang harus terlibat dalam pembentukan karakter peserta didik
mencoba memberikan suatu strategi tawaran program penguatan karakter dan materi
PAI (PPKM PAI) yang telah melalui kajian panjang berdasarkan evaluasi hasil
capaian belajar peserta didik dan kiprah religiusnya di masyarakat. Konsep
program PPKM PAI ini diharapkan menjadi bagian penting yang hadir memberikan
solusi penguata karakter mulia peserta didik. PKKM PAI Hadir sebagai penguatan
materi PAI yang sudah ada melalui buku/kitab khusus yang telah disusun
berdasarkan kebutuhan peserta didik dengan di SMKN 5 Surabaya.
SMK
Negeri 5 Surabaya menjadi sekolah SMK Negeri yang besar di Surabaya berupaya
melakukan kegiatan yang mengarah pada urain di atas, yaitu mengadakan “Program
Penguatan Karakter dan Materi PAI (PPKM PAI) ” dengan mempertimbangkan
keadaan Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, Tim Guru PAI berharap
Program ini dapat terselenggara sebagai bentuk optimisme kebaikan religius bagi
peserta didik. Program ini dibuat dan diperuntukkan bagi para siswa-siswi /muslim-muslimah
SMK Negeri 5 Surabaya muali dari kelas X, XI, dan XII. Semoga Program yang (Al-Hamdulillah)
merupakan pengembangan dari PTQ sebelumnya ini senantiasa mendapatkan Ridha
dan Rahmat dari Allah Swt. Maka dukungan dari berbagai pihak sangat kami
harapkan demi terselenggaranya program ini.
Akhirnya, motivasi tim terhadap penerapan
program ini adalah menyadari akan pentingnya ungakapan dari Dr. KH. Abdullah
Syukri Zarkasyi, M.A :
الطريقة اهم من المادة, والمدرس اهم من الطريقة, وروح المدرس
اهم من المدرس
Artinya : Materi Pembelajaran adalah sesuatu yang penting,
tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting daripada materi pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi guru jauh lebih penting
daripada metode pembelajaran. Dan jiwa (ruh) seorang guru lebih penting
daripada guru itu sendiri”
Program yang akan dilaksanakan setiap
tahun ini diikutioleh semua peserta didik muslim/muslimah SMKN 5 Surabaya yang
berada di kelas X, XI dan XII, Program ini memilki beberapa tujuan diantaranya
adalah : 1)Membentuk karakter (akhlakul karimah)
pelajar SMKN 5 Surabaya, 2) Memberi penguatan materi PAI yang sudah
ada selama ini, 3)Mendorong dan meningkatkan pemahaman ilmu
agama secara teoritis dan praktis bagi pelajar SMK Negeri 5 Surabaya, 4)Meningkatkan kualitas baca tulis dan
hafalan Al-Qur’an bagi pelajar SMK Negeri 5 Surabaya, 5) Menfasilitasi siswa yang berprestasi
lewat jalur PPDB prestasi Tahfidz untuk tetap menjaga hafalanya.
Pusat pelaksanaan program ini berlangsng di Masjid Darul Ilmi SMKN
5 Surabaya sebagai laboratorium Agama Islam dan Karakter, dalam menunjang
jalannya program dengan baik dan lancar peserta didik yang ikut serta akan
diberikan beberapa fasilitas pembelajaran dari sekolah seperti Buku/kitab
panduan (Al-Risalah Al-Mufidah), Buku Saku Penilaian PPKM PAI, Juz ‘Amma, Kartu
Tahfidz bagi Peserta kelas Tahfidz, bahkan Apresiasi khusus terhadap Nilai Pelajaran
Pendidikan Agama Islam & Budi Pekeri (dengan prioritas nilai KKM+), dan
pembinaan-pembinaan lainnya.
Metode yang digunakan dalam Program ini adalah Ngaji penguasaan
Kitab Ar-Risalah Al-Mufidah karya Tim Guru PAI SMKN 5 Surabaya, sedangkan untuk
pendidikan penguasaan Baca Tulis Al-Qur’an menggunakan metode Al-Istifadah yang
juga disusun oleh Tim Guru PAI SMKN 5 Surabaya.
Pelaksanan program ini diupayakan sebaik mungkin membangun komitmen
bersama antara Manajemen sekolah, Ketua Kompetensi keahlian, Guru PAI, Takmir
Masjid SMKN 5 Surabaya, Bapak Ibu Guru serta Peserta didik. Kolaborasi ini
diharapkan mampu memberikan kontrubisi yang konstruktif dalam menjalankan
program mulia ini di lingkungan Sekolah. Sebagai bentuk komitmen semua pihak
program ini telah disosialisasikan kepada semua warga SMKN 5 Surabaya mulai
dari pihak manajemen hingga peserta didik.