“MEMBERI DAN MENOLAK”
(Belajar kitab Hikam dari Nelayan
dan Petani di Lamongan)
Taqoballahu minna waminkum taqobbal ya karim,
Minal Aidin wal faizin, mohon maaf lahi dan batin. Rangkaian kalimat ini
adalah kalimat sakral yang sering terdengung pasca bulan suci Ramadhan sampai
bulan Syawal. hal ini disampaikan juga oleh Dr. KH. Saiful Jazil, M.Ag saat
memulai Taushiyyahnya di Auditorium SMKN 5 Surabaya dalam Acara Halal bi Halal
MGMP PAI SMK Kota Surabaya tahun 1443 H / 2022 M.
Kiyai Saiful Jazil berdiri sekaligus bertausiyyah dihadapan
tamu-tamu dari kementrian Agama Kota Surabaya, diantaranya ; Dr. H. Pardi,
M.Pd.I selaku Ka. Kantor Kemenag Kota Surabaya, hadir pula mendampingi beliau bapak
Kasi PAIS Kemenag Kota Surabaya dan pengawas Guru PAI SMK Kota Surabaya, tidak
hanya itu, beliau juga berada di hadapan Guru-Guru PAI SMK se kota surabaya. Tentu
bertaushiyyah dihadapan pakar-pakar agama islam adalah hal yang cukup berat,
butuh persiapan konsep yang matang dan dapat diterima dengan baik. Kiyai Jazil
mungkin menganggap berbicara di depan para guru PAI lengkap dengan Perangkat
dari kemenag sama halnya dengan menggarami lautan.
Tenang, santun, dan teduh menyaksikan beliau di
atas panggung, beliau lebih nyaman dengan mengambil posisi berdiri walaupun
kursi sofa empuk lengkap dengan meja yang diatasnya tersedia secangkir air
jahe, dan air mineral, beliau tetap memilih berdiri. Seolah-olah beliau
memberikan keteladanan untuk tetap hormat dan takdzim pada orang-orang yang
beliau anggap lebih alim yang ada di depan beliau. Beliau tidak ingin menggurui
para guru.
Sesekali, bahkan berkali-kali beliau melemparkan
beberapa pantun indah yang membuat riuh suasana Auditorium. Tentu, ini bukan
hanya sekedar style atau kebiasaan beliau, tapi karena pada dasarnya sajak-sajak
indah itu biasanya hanya diberikan pada orang-orang tertentu yang mampu
menafsiri dengan tafsiran yang lebih baik, serta mampu memaknai kata-kata singkat
menjadi bertingkat-tingkat, Begitulah Kiyai Jazil melayani dan memuliakan
Guru-Guru PAI yang hadir dihadapannya. Seolah ada kekhawatiran akan berpalingnya
perhatian audiens ke lain hal atau bisa mengantuk dan jenuh.
Dalam berdakwah, Kiyai Jazil betul-betul berusaha mengambil
hati dan memahami kebutuhan pendengarnya, bagaimana tidak?, rata-rata guru peserta
Tes PPG terkesima ketika kiyai masuk memberikan nasihat dan motivasi serta doa
untuk mereka, sebuah canda ringannya beliau sampaikan : “doakanlah peserta
pretes PPG itu agar lulus semua, karena panggilan PPG itu seperti penggilan
kematian, datangnya sekali seumur hidup”, sontak suasana menjadi penuh tawa, hal
ini adalah perhatian penting bagi audiens yang membuat mereka menunggu dan menunggu
karena yakin nasihat-nasihat selanjutnya jauh lebih berisi. Dari sini titik
fokus jama’ah yang hadir mulai terarah dan tertata pada sang kiyai.
Kiyai memandang beckdroup acara di belakangnya dan
memabaca tema yang tertulis dengan jelas : “Beribadah & Berkarya menuju
GPAI Semakin berkah”. Dari tema ini beliau mencoba mengantarkan semua tamu
undangan untuk flashback di masa lalu dan mengingat-ngingat tentang
sebuah tradisi guru yang sering membawa kayu kecil (Jawa : penjalin)
saat mendidik murid-muridnya, bukan hanya masalah penjalin itu saja,
kata-kata yang keluar dari lisan guru-guru dulu masih terngiang-ngiang di telinga
: “nak bapak tidak niat memukul kamu, tapi bapak niat memukul setannya” sembari
kayu kecil mendarat di kaki muridnya. Apakah anak-anak dulu dianggap kesetanan
semuanya, atau sudah menjadi setan ? tanya sang kiyai kembali memecah suasana. Luar
biasanya, anak-anak yang dipukul gurunya kala itu, tidak pernah dipemasalahkan
oleh wali muridnya, apalagi dilaporkan ke polisi (Jangan disamakan dengan zaman
sekarang!). Ternyata resepnya adalah guru-guru zaman dulu sepertinya mempraktekkan
konsep ayat Al-Qur’an :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqqoroh : 153)
Guru-guru zaman dulu Ketika
ada masalah mereka cepat-cepat mengadu kepada Allah dengan Sabar dan sholat. Mereka
sering melibatkan Allah dalam setiap urusannya, Allah yang akan bantu menyelesaikan
masalahnya. Begitulah kira-kira pegangan guru-guru dahulu, entah dengan
guru-guru sekarang?
Kiyai yang juga
Doktor di UIN Sunan Ampel Surabaya ini memberikan gambaran keteladanan
berdasarkan pengalaman realitas yang tidak bisa tertolak oleh semua guru-guru
yang hadir (hampir semua pernah dipenjalin
atau melihat peristiwa penjalin semasa menjadi murid). Seolah
mengantarkan alam bawa sadar untuk betul-betul sadar kembali bahwa audiens
adalah seorang guru yang pernah menjadi seorang murid, bahkan pernah menjadi
murid “nakal” juga. Tanpa memberi kesimpulan, seolah tersimpul sendiri dalam
benak para audiens (guru-guru PAI) tentang mahalnya sebuah strategi dan
metode mengajar yang baik jika senantiasa melibatkan Allah – Dzat yang Maha
Berilmu dan Maha memberikan Ilmu.
25 Menit berjalan, Kiyai Jazil megajak para guru PAI untuk ngaji kepada shohibul Hikam – Syekh Ibnu Athoillah.
Disinilah kehebatan beliau memilih kitab sekaligus mushonnifnya untuk disajikan
pada kalangan ilmuan seperti guru-guru PAI. Sontak, seolah audiens diantarkan menjadi murid yang gelasnya kosong dan
bersiap menimbah banyak air ilmu dari Ibnu ‘Athoillah. Ketawadhu’an guru-guru
PAI yang menjadi Audiens kala itu mulai tampak, mereka sadar betul bahwa Syekh
Ibnu ‘Athoillah adalah ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya
yang pernah dihasilkannya. Karya itu meliputi bidang tasawuf, tafsir, akidah,
hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Sadar akan kekurangan ilmu yang dimiliki,
guru-guru PAI makin haus akan ilmu dari shohibul hikam tersebut.
Dengan tenang dan fasihnya Kiyai Jazil mulai
membacakan mutiara hikmah dari syekh ibnu Athoillah Al-Askandary :
ربما أعطاك الله فمنعك،
“Terkadang Allah memberimu tapi berupa
penolakannya terhadapmu”
وربما منعك فأعطاك،
“Terkadang Allah menolakmu tapi
hakikatnya memberimu”
وإذا كشف لك الحكمة في المنع، عاد المنع
عين العطاء
“Manakala kamu
dibukakan pintu Hikmah oleh Allah, maka kamu akan paham dan mengerti bahwa pada
hakikatnya penolakan Allah adalah wujud yang terbaik untuk anda”
Mencerna mutiara hikmah ini tidak semudah yang kita
bayangkan, kiyai Jazil senantiasa menyederhanakan maknanya agar mudah diterima
dari semua latar belakang Guru PAI yang hadir waktu itu, beliau kemudian
mengutarakan 2 kata yang sangat kontradiktif, yakni kata menolak dan kata
memberi, Bagaimanakah Allah dapat menolak tapi hakikatnya memberi ? sebagian
audiens mulai mengerutkan dahinya, berpikir keras dan membayangkan akan keluar
teori-teori ilmiah tingkat tinggi dengan berbagai istilah-istilah asing kamus ilmiah dari lisan seorang Kiyai plus Doktor itu.
Dengan santainya beliau mengejawantahkan pemahaman
kitab sakral para salik yang di dalam kitab Hikam tersebut memiliki terminologi
suluk yang ketat, Kiyai bercerita tentang profesi seseorang dan berangkat dari
kisah nyata yang diangkat dari hasil silaturahmi di kampung halamannya sendiri
di daerah Paciran Lamongan. Beliau berkisah :
Paciran adalah daerah pesisir Lamongan bagian
Utara, mayoritas profesi warganya adalah Nelayan, suatu ketika ada seorang
nelayan yang punya keinginan kuat untuk berangkat ibadah Haji, saking
kepinginnya berangkat Haji, nelayan itu menabung
setiap hari, waktu terus berputar hingga terkumpul uang sejumlah Rp. 25 Juta.
Uang tersebut langsung digunakan untuk daftar haji, tentu belum bisa langsung
berangkat karena harus antri menunggu panggilan terlebih dahulu untuk beberapa
tahun kemudian.
Setelah beberapa tahun berlalu, Nelayan itu
mendapat panggilan untuk berangkat Haji, maka nelayan itu harus melunasi ONH sebesar
Rp.37.500.000, belum termasuk uang untuk tasyakkuran, untuk urusan rombongan
yang mengantarkan, belum lagi ketika pulang dari tanah suci dia juga kepikiran harus
bawa oleh-oleh untuk saudara-saudaranya di tanah air nanti.
Singkat cerita, akhirnya beliau utang kanan kiri
agar bisa membayar semua urusannya itu. Berangkatlah nelayan itu, sampainya di
tanah suci dia rajin berdoa, doanya hanya satu : “Semoga pulang haji bisa bayar
utang-utangnya (dan semoga yang dibayari menolak dibayar utangnya, hibur sang
kiyai).
Suatu ketika saat nelayan itu Thawaf
tiba-tiba terjadi musibah jatuhnya crane di area masjidil haram tepat di
tempat thawaf, 107 orang yang thawaf langsung meninggal dunia, 238 jama’ah yang lainnya diberikan hidup oleh
Allah dengan cidera luka berat dan ringan. Ternyata nelayan ini juga menjadi
korban yang masih diberi kesempatan hidup, dengan musibah satu kupingnya putus.
Dimana letak kebaikan?, dimana hikmahnya? Kiyai
jazil menegaskan pertanyaannya.
Ingatlah perkataannya ibnu athoillah tadi,
وإذا كشف لك الحكمة في المنع، عاد المنع
عين العطاء
“Manakala kamu
dibukakan pintu Hikmah oleh Allah, maka kamu akan paham dan mengerti bahwa pada
hakikatnya penolakan Allah adalah wujud yang terbaik untuk anda.”
Ternyata Allah punya rencana lain.
Setelah pulang dari tanah suci, terdengar kabar
datang dari bapak Duta besar Indonesia di Arab Saudi (bpk Drs, H. Agus Maftuh
Abegebriel, M.Ag) mengumumkan bahwa seluruh jama’ah haji yang terkena musibah crane
akan mendapatkan santunan yang disampaikan langsung oleh Raja Salman bin
Abdulaziz al-Saud. Santunannya adalah untuk korban meninggal dunia dapat sekian
Ribu Real (hampir Rp. 4 M) sementara yang tidak meninggal (termasu kuping putus
si Nelayan) mendapatkan 500.000 real (sekitar Rp. 1,75 M ).
Usai berkisah tentang nelayan dikampungnya itu,
kiyai jazil mengajak jama’ah untuk merenugkan bersama-sama : “Bayangkan
hitung-hitungannya, andai kata biaya syukurannya dan oleh-olehnya habis Rp. 75
jt, maka nelayan tadi sudah bisa melunasi utang-utangnya bahkan memiliki save
uang Rp. 1 M, saya yakin Nelayan ini akan berdoa lagi kepada Allah : Ya Allah
kenapa tidak putus saja kedua kuping saya (Goyon Kiyai Jazil memecah tawa jama’ah).
Kita belajar tentang usaha yang maksimal, tapi harus
kita ingat semuanya pasti terbatas, kita sudah iktiyar, kita sudah belajar,
tapi Allah punya rencana diluar kemampuan kita. Jika ternyata kita-kita ini
lulus tapi Allah ternyata menghendaki lain, berarti ada kehendak kita yang
tidak sama dengan kehendak Allah. Kiyai Jazil mengutip satu ayat :
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ
يُسْرًا
-
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
"Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (QS. Al-Insyiroh : 5-6)
Dengan demikian kita akan mudah
mengucapkan hakikat Alhamdulillah,
usaha maksimah dan serahkan pada Allah, karena itu Allah berfirman :
…وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ
خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqoroh : 216)
Tidak berhenti pada
kisah Nelayan, satu kisah ditambahkan sebagai penutup taushiyyah beliau, kali
ini kisah masyarakat yang masih di Lamongan juga, namun bagian selatan, beliau mulai
bercerita dengan santai :
Lamongan selatan adalah kawasan
bercocok tanam dengan sistem
tadah hujan, ketika
kemarau tiba maka bagi para petani yang memiliki
lahan yang tidak begitu luas juga
tidak maksimal hasilnya, bahkan
terkadang tidak cukup
untuk biaya hidup dari hasil panennya.
Akhirnya ada
seorang petani di desa itu memutuskan untuk mengadu nasib ke kota surabaya dengan
niatan belajar jualan bakso/pentol dan ikut seorang juragan untuk jualan dan
gerobaknya, serta harus setoran hasil jualannya ke juragannya. Tentu jika yang laku sedikit maka
hasilnya sedikit begitupun sebaliknya.
Mulailah Petani itu berjualan
Bakso/pentol, hari pertama masih sepi, tidak ada pelanggan, tidak begitu
laris. Sampai 3 hari tetap tidak pernah
habis jualannya. Suatu ketika, saat sholat ashar tiba, dia ikut sholat berjama’ah
di sebuah masjid, setelah selesai dia istirahat sejenak, saat itu gerobak baksonya
diparkir di pinggir jalan depan masjid, sambil istirahat dia berdoa : “ Ya
Allah… kalau bakso saya ini tidak habis, berarti utang saya semakin bertambah,
tolong ya Allah Engkau berikan keberkahan dan kemudahan agar dagangan saya
habis”.
Belum selesai dia ngerentek doanya, tiba-tiba ada mobil lewat, karena jalannya sempit akhrnya mobil itu nyerempet
gerobak petani itu, gerobaknya
terbalik serta pecah
berantakan, kasihan.
Akhinya penjual bakso itu terkejut dan menangis. Alhamdulillah… yang punya mobil tadi turun dari mobilnya dan bertanggung jawab. Setelah diajak
hitung-hitungan terkait kerugiannya, penjual menyatakan bahwa Gerobak harganya
5juta, dan semua jualannya senilai Rp. 500.000,-. Tanpa banyak mikir pemilik mobil menggantinya dengan Rp. 10 juta
(untuk ganti rugi ke juragan dan bisa kulakan lagi). Begitu senangnya si petani penjual bakso ini. dia lantas memuji Allah - Alhamdulillah,
langsung meninggalkan
gerobaknya dan pulang ke tempat tinggalnya.
sesampainya di rumah, dia ditanyakan
istrinya, mana gerobaknya ?
pak tani lalu menjelaskan “Ya
Allah dek… ini, tadi saya kena musibah
keserempet mobil. (belum
selesai suaminya bercerita) Si Istri lagsung ngomel dan memarahi suamnya. Si istri kepikiran utang kemaren dengan
juragannya, malah dapat masalah, utangnya akan bertambah lagi, belum hidup
sehari-hari lagi susah. “Aku belum selesai
cerita” kata suaminya, Alhamdulillah orangnya tanggung jawab, aku dibarikan
uang Rp. 10 juta, bisa dibuat ganti gerobak juragan dan kita sekarang bisa beli
gerobak dan kulakan sendiri tanpa ikut juragan lagi. Mendengar hal itu istrinya bartahmid - Alhamdlillah... kata istrinya “Ya sudah besok saya
doakan semoga keserempet lagi” (guyon kiyai menambahkan riuhnya tawa audiens)
Kembali lagi, terkadang doa kita secara lahir tidak dikabulkan Allah, tapi jangan lupa bukan berarti tidak dikabulkan Allah bukankah
janji Allah
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ …
“Dan
Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu …."
(Al-Mu’min
: 60)
Jadi pada hakikatnya Allah
masih memilihkan apa yang terbaik yang akan diberikan kepada kita, dan Allah
memilihkan waktu yang tepat kapan saatnya diberikan. Ilustrasi sederhanya kita punya
anak kecil, kakak-kakaknya menyalakan mercon, adiknya yang kecil minta mercon
juga, pengin beli sendiri, terkadang sampai anak itu nangis. Dalam keadaan seperti ini anak pasti
memandang orang tua tidak sayang pada anaknya, padahal justru dalam pandangan orang tua karena saking
sayangnya sebab orang tua tau betul resiko yang akan
didapatkan.
Begitu pula terkadang
kita mengharap sesuatu, mencintai sesuatu, terkadang tidak diberikan oleh Allah,
bukan berarti doa kita tidak diterima, tapi Allah punya jalan yang terbaik
untuk kita, sama halnya terkadang ada sesuatu yang tidak kita kehendaki, tidak
kita inginkan malah terjadi pada diri kita. Wallahu ya’lamu wa antu la talamun (Allah Maha Mengetahui, sedangkan
kamu tidak mengerti)
Baik atau buruk itu
adalah yang terbaik di hadapan Allah, apapun yang terjadi kita tetap Alhamdulillah,
sehingga kita tidak
mudah putus asa. Usaha dan kerja
keras tidak mesti sesuai dengan yang kita harapkan, jangan sekali-kali mudah
putus asa, libatkanlah Allah dalam segala urusan.
Pesan-pesan
ini disampaikan dengan sangat sederhana namun kiyai Jazil berhasil mengantarkan
makna esensial hikmah pesan Ibnu ‘Athoillah dengan tidak seperti menggurui para
guru-guru, hal ini terbukti beliau menutup taushiyahnya dengan mengajak pendengar
untuk meneladani Nabi Muhammad Saw. Sebagai sumber keteladanan yang sempurna. Inilah
cara dakwah yang baik, pendakwah bukan mengajak meneladadi dirinya, tapi
mengenalkan sosok-sosok inspiratif disekitar kita dengan bahasa dan realitas
sehari-hari yang bermuara pada keteladanan Nabi Muhammad Saw.
Wallahu
A’lam Bishshwwab
By : M. Alfithrah Arufa
(Sumber : Hikmah pengajian yang disampaikan oleh Dr. KH. Saiful Jazil, M.Ag dalam acara Halal Bi Halal MGMP PAI SMK Kota Surabaya tahun 1443 H/2022 di Auditorium SMKN 5 Surabaya)
Flayer Acara
Foto Bersama Pasca Acara