MENGELOLA WAKAF
DENGAN PENUH AMANAH
A. Pengertian Wakaf
Ditinjau
dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syara’, ialah
menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk
kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal
zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan,
tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Secara umum tidak terdapat ayat
al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena
wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para
ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat
al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara
ayat-ayat tersebut antara lain:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ
وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman!
Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik,
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S.
al-Baqarah (2): 267)
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ
حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ
اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai
kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa
yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)
مَثَلُ الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ
سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ
يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia
kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.
al-Baqarah (2): 261)
B. Pelaksanaan Wakaf
Di Indonesia
1. Landasan
a.
Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
b.
Peraturan Menteri dalam Negeri
No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah
Milik
c.
Peraturan Menteri Agama No. 1
Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik
d.
Peraturan Direktur Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman
Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
2. Hikmah
wakaf adalah sebagai berikut:
a.
Melaksanakan perintah Allah SWT
untuk selalu berbuat baik.
Firman
Allah SWT:
يا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan,
supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
b. Memanfaatkan
harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk
kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin.
Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ
الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang tidak
memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari
golonganku.” (Al Hadits)
c.
Mengutamakan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam
bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut
ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ
عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus
didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.”
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat
adalah:
1.
dapat menghilangkan kebodohan.
2.
dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
3.
dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
4.
dapat memajukan atau mensejahterakan umat.
0 komentar:
Posting Komentar