# SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI GURU MAPEL PAI SMKN 5 SURABAYA, NGAJI SEPANJANG HAYAT | INFO : SELAMA MASA PEMBELAJARAN DI RUMAH, PEMBELAJARAN PAI DIPUSATKAN DI SITUS RESMI INI, BAGI SISWA-SISWI SMKN 5 SURABAYA SILAHKAN KOORDINASI DENGAN GURU PAI MASING-MASING UNTUK BERSAMA-SAMA MEMBERDAYAKAN SITUS INI DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH # .....

Rabu, 18 Maret 2020

BAB 9 KELAS XI - SELAMAT DENGAN EKONOMI ISLAM

PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM


 A.    Ekonomi Islam (Muamalah)
Hasil gambar untuk EKONOMI SYARIAHEkonomi adalah suatu dimensi sosial manusia yang di rangkum dalam muamalah, yaitu aturan-aturan dasar hubungan antara manusia. Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.
Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti berikut.
1.      Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2.      Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
3.      Tidak boleh dengan cara-cara zālim (aniaya).
4.      Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5.      Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6.      Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram
Transaksi ekonomi dalam ajaran Islam harus sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam sebagaimana yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Adapun prinsip-prinsip ekonomi Islam diantaranya :
a.       Pendayagunaan atau pengejawantahan konsep ZIS dalam mengatasikan kemiskinan. Pada prinsip ini umat Islam dianjurkan dengan sangat bahkan pada kondisi tertentu diwajibkan untuk membelanjakan harta-hartanya di jalan Allah secara optimal. Membelanjakan dalam arti membantu para kaum dhua'afa, yatim piatu, fakir miskin dan lain-lain yang termasuk dalam 8 asnaf mustahik Zakat. Hal ini dilakukan agar dapat terwujud kesejahteraan dan keadilan sosial di masyarakat Islam karena Islam sama sekali tidak mentolerir berlangsunganya atau situasi kesenjangan mencolok antara kaum berpunya dan tidak berpunya (the have’s and the have nots).
b.    Larangan Riba bagi umat Islam dalam bermu’ammalah. Dalam dunia usaha dan perbankan riba sering dikaitkan dengan bunga bank namun sebenarnya tidak hanya tentang bunga bank tetapi menggandakan uang atau berharap mendapat keuntungan berlipat-lipat sebagaimana koperasi berkedok syariah tetapi melakukan manipulasi dengan mengiming-imingi nasabahnya dengan keuntungan banyak bahkan berkali-kali lipat dari kewajaran suatu bisnis itu bisa juga dikatakan riba. Dalam konteks ini jelas Allah akan memerangi orang-orang yang menjalankan usahanya dengan sistem riba (QS al Baqarah 2: 278-279).
 . يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Hai orang -orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba.  Jika memang kamu orang yang beriman.Jika kamu tidak melakukannya,maka terimalah  pernyataan perang dari Allah dan rasul Nya dan jika kalian bertobat maka bagi kalian adalah modal-modal, kalian tidak berbuat zalim dan tidak pula dizalimi”. (QS. Al -Baqarah : 278- 279)

c.       Membagi Resiko (Risk Sharing) Ekonomi Islam yang berjalan dalam azas kebersamaan dan keadilan. Islam tidak membolehkan salah satu  pihak yang berkongsi menderita kerugian atau rugi sendirian. Oleh karena itu menanggung resiko kerugian  pada usaha bersama secara adil dan bijak mesti dilakukan agar tidak ada salah satu pihak yang merasa terdzholimi dan tidak puas. Prinsip ini mengajak umat Islam yang berbisnis selalu senasib dan sependeritaan,  jika untung mesti sama-sama untung dan jika rugi mesti sama-sama menanggungnya. Inilah suatu ajaran  bisnis yang mengajarkan kita dalam kebersamaan, adil, fair, transparan. Hal-hal seperti itulah yang seharusnya ditumbuh-kembangkan dalam ekonomi Islam.
d.      Kegiatan ekonomi dilarang menyebabkan terjadinya fenomena eksploitasi. Suatu kegiatan industri dan  bisnis yang hanya mengeksploitasi kekayaan alam dan sumber daya manusia tetapi tidak mampu menjaga keseimbangan ekonomi dan memerhatikan hak-hak pekerja amat sangat dibenci bahkan dilarang dalam  prinsip ekonomi Islam ini. Eksploitasi dimaksud jika dijabarkan lebih lanjut bisa berupa pembagian keuntungan yang berat sebelah misalnya kontrak karya yang tidak adil dan ternyata lebih besar mudharat dari  pada manfaatnya. Jika hal ini terjadi maka sesuai ajaran Islam dalam prinsip keempat ini kita semestinya menggugat kontrak karya tersebut. Apakah misalnya kontrak karya penambangan di Indonesia oleh  perusahaan asing banyak yang melanggar prinsip keempat ini? Anda tentu tahu dan bisa menjawabnya dengan mudah.
e.       Menjauhi usaha yang bersifat spekulatif. Judi sudah tentu dilarang dan masuk dalam kategori usaha yang tinggi sifat spekulasinya. Sistem ekonomi kapitalis berbagai bisnisnya banyak ditopang dan didukung dengan usaha model spekulatif ini. Umat Islam  jangan meniru model bisnis macam ini, mesti dijauhi sejauh-jauhnya karena konsep ekonomi mereka tidak dituntun oleh nilai-nilai agama (Islam) dan bisa menyesatkan bagi masyarakat Islam. Maka diperlukan kemauan dan tekad kuat untuk memurnikan kegiatan ekonomi dari unsure-unsur yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam (Al-Quran dan Hadist).

B.     Macam-Macam Transaksi Ekonomi Islam (Mu’ammalah) 
1.      Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan firman Allah SWT.Berikutini:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
Artinya:”... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”(Q.S. al-Baqarah/2: 275).

a.       Syarat dan Rukun Jual Beli
Jual beli dapat menjadi sah apabila sesuai dengan syarat-syarat dan rukun yang telah ditetapkan dalam Islam yakni sebagai berikut :

1) Penjual dan pembelinya, syarat haruslah:
a)  ballig,
b) berakal sehat,
c)  atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya, syarat haruslah:
a)      halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala, termasuk lemak bangkai tersebut;
b)      bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros.
c)      Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
d)     Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e)      Milik sendiri, sabda Rasulullah SAW., “Tak sah jual-beli melainkan atas barang yang dimiliki.”(HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.”Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban)
b.      Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli ataumembatalkannya. Khiyar dibagi menjadi 3 yaitu
1)      Khiyār Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada di tempat berlangsungnya transaksi/tawar-menawar, keduanya berhak memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli.
2)      Khiyār  Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.”Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya pembelian tersebut dalam waktu tiga hari.
3)      Khiyār  Aibi  (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin
Bai’salam: Transaksi jual beli dimana perjanjian dibuat antara dua pihak (pembeli dan penjual). Dalam perjanjian ini pembeli setuju membeli dengan membayar secara tunai barang yang akan dikirimkan  di kemudian hari. Bahasa mudahnya, bayar dahulu tapi barang atau jasa belum dapat diterimakan saat itu (sistem pesan).
c.       Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Ribā, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang mengambil ribā, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim).
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat :
1)      sama timbangan ukurannya; atau
2)      dilakukan serah terima saat itu juga,
3)      secara tunai.

2.      Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang Rp.100.000,00 di kemudian hari harus melunasinya Rp.100.000,00 Memberi utang kepada seseorang berarti menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama
Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu :
1) yang berpiutang dan yang berutang
2) ada harta atau barang
3) lafadz kesepakatan. Misal : “Saya utangkan ini kepadamu.” Yang berutang menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau jika sudah punya akan saya lunasi.”
Untuk menghindari keributan di belakang hari, Allah SWT. menyarankan agar kita mencatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan. Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah SWT. menganjurkan memberinya kelonggaran. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui..” (Q.S.al-Baqarah/2: 280)

3.      Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut ijārah, artinya imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan. Sewa menyewa hendaklah dilakukan sesuai dengan syarat dan rukun sewa-menyewa berikut :
a.       Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat
b.      Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
c.       Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
d.      Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
e.       Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak.
f.       Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
g.      Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati bersama
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
a.       Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
b.      Berapa lama masa kerja.
c.       Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan ataukah borongan?
d.      Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.

4.      Syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Adapun rukun syirkah secara garis besar ada tiga, yaitu seperti berikut.
a.       Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taarruf (pengelolaan harta).
b.      Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
c.       Akad atau yang disebut juga dengan istilah sigat. Adapun syarat sah akad harus berupa taarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
Syirkah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :
a.       syirkah `inān, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi kontribusi kerja (amal) dan modal (mal).
b.      syirkah ‘abdān, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (amal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperti tukang batu)
c.       syirkah wujūh,  adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujūh adalah syirkah antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal).
d.      syirkah mufāwaah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas. Syirkah mufāwaah dalam pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan menjadi satu.

5.      Musāqah, Muzāra’ah, dan Mukhābarah
a.       Musāqah, Musāqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut persentase yang ditentukan pada waktu akad.
b.      Muzāra’ah, adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari petani.
c.       Mukhābarah, ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari pemilik lahan.

6.              Bank Syariah: Merupakan satu institusi keuangan yang menjalankan operasi mengikuti prinsip-prinsip syariah. Bank syariah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, diantaranya sebagai berikut :
a.               Mudārabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian. Dalam sistem mudārabah, pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan
b.              Musyārakah, yakni kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana masing-masing sama-sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara bersama-sama pula
c.               Murābahah, yaitu suatu istilah dalam fiqh Islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya. Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyediakan barang yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga pembeliannya. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya
d.      Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah dari pihak nasabah berupa uang atau barang titipan yang telah disebutkan dan dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktuwaktu pemiliknya memerlukan.
e.       Qarul hasān, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh tempo. Biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
f.                Hiwalah: Bermaksud pemindahan. Merujuk kepada proses pemindahan uang atau hutang daripada satu  pihak ke pihak yang lain atau dari satu account ke account yang lain dan bank mendapat bagian karena  jasa yang diberikannya.
g.      Ar-rahnu: Meletakkan harta benda sebagai jaminan atas hutang. Maksudnya, menjadikan sesuatu barang sebagai jaminan bagi sesuatu hutang dan menjadi bayaran sekiranya tidak berkemampuan untuk membayar hutang itu nanti.
7.      Asuransi Syari’ah, dalam bahasa Arab dikenal dengan at-Ta’min yang berarti pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan atau bebas dari perasaan takut. Si penanggung (assuradeur) disebut mu’ammin dan tertanggung (geasrurrerde) disebut musta’min.\
Dalam Islam, asuransi merupakan bagian dari muāmalah. Kaitan dengan dasar hukum asuransi menurut fiqh Islam adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk asuransi tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Pada umumnya, para ulama berpendapat asuransi yang berdasarkan syari’ah dibolehkan dan asuransi konvensional haram hukumnya.
8.      Ujrah: bayaran yang diberikan kepada orang yang melakukan kerja sebagai satu ganjaran atau upah atas apa yang dikerjakannya

C.    Manajemen Pengelolaan Ekonomi Islam (Zakat, Infak, Sedekah, Dan Wakaf)
Selain dari sebagian transaksi yang sudah disebutkan di atas, manajemen pengolahan ekonomi Islam yang perlu di perhatikan serius adalah :
1.      Zakat
Zakat Menurut Yusuf Qardhawi (1968:59) zakat adalah sejumlah barang tertentu yang diwajibkan Allah SWT,diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Sedangkan menurut BAZIS zakat adalah salah satu rukun islam yang merupakan ibadah kepada Allah merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusian dalam wujud mengkhususkan jumlah harta atau nilainya milik perorangan atau badan hukum untu diberikan kepada yang berhak dengan syarat-syarat tertentu. Tujuan zakat dalam ekonomi islam adalah untuk mensucikan dan mengembangkan harta serta jiwa pribadi para wajb zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan,dan meningkatkan pembangunan.
2.      Infaq
Infak adalah membelanjakan,menggunakan atau mengeluarkan harta. Menurut pendapat lain infaq adalah pengeluaran suka rela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rizki,sebanyak dikehendakinya sendiri.
3.      Sedekah
sedekah adalah derma atau pemberian yang dilakukan dengan harapan memperoleh ridho Allah. Sedangkan menurut pendapat lain,sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain,terutama kepada orang-orang miskin,setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis,jumlah,maupun waktunya.


4.      Wakaf
Wakaf adalah memberikan harta yang tahan lama serta dapat memberikan manfaat untuk kepentingan umum. Harta wakaf itu tidak boleh dijual hanya diambil manfaatnya,karena lazimnya harta wakaf itu dalam  bentuk tanah, kebun, masjid, lembaga pendidikan, rumah, kendaraan, dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa zakat hukumnya wajib bagi orang Islam yang mempunyai harta yang sampai nisabnya. Sedangkan infak, shadaqah, dan wakaf hukumnya sunnat.

D.    Pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf
Zakat, infak, sedekah, dan wakaf merupakan ibadah yang bernilai sosial dan juga mampu mengembangkan serta meningkatkan perekonomian umat Islam. Oleh karena itu harus dikelola dengan manejemen yang  baik,secara terstruktur dan profesional baik darisegi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan  pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan. Diantara firman Allah yang mengisyaratkan pengelolaha yang dimaksud terdapat dalam Q.S At-Taubah : 103 yang terjemanhannya sebagai berikut :            
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Pungutlah zakat dari sebagian harta mereka,dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka,dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhya do’a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka.  Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Dalam prakteknya Rasul SAW pernah menunjuk Muadz bin Jabal sebagai pengumpul (amil) zakat sekaligus mengurus infak,sedekah,dan wakaf. Harta yang telah dikumpulkan tersebut disimpan dalam lembaga keuangan negara (baitul mal), yang selanjutnya dimanfaatkan untuk membiayai kehidupan ekonomi umat yang dikelola oleh pemerintah. Undang-undang  Zakat Nomor 38 tahun 1999 menjadi payung hukum untuk pengelolaan zakat di Indonesia. Beberapa hal teknis yang diatur di dalam UU tersebut antara lain :
1.      Ruang lingkup kerja amil zakat juga meliputi infak, sedekah, wakaf, hibah, dan kifarat.
2.      Sanksi terhadap amil dalam pelaksanaan tugasnya.
3.      Struktur amil mulai tingkat nasional, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif (pasal 6:3).
4.      Pengurus amil zakat terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu (pasal 6:4).
5.      Struktur amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan,pengawasan,dan pelaksanaan (pasal 6:5).
6.      Tugas-tugas amil zakat meliputi : mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan sesuai dengan ketentuan agama dan bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 8 dan 9).




E.     Perbedaan Sistem Ekonomi Sosialis, Kapitalis Dan Islam
1.      Sistem Ekonomi Sosialis
Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya. Sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem ekonomi dengan kebijakan atau teori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratisasi terpusat dan kepadanya  perolehan produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang kini berlaku sebagaimana yang diharapkan. Sistem Sosialis (Socialist Economy) berpandangan bahwa kemakmuran individu hanya mungkin tercapai  bila berfondasikan kemakmuran bersama. Sebagai Konsekuensinya, penguasaan individu atas aset-aset ekonomi atau faktor-faktor produksi sebagian besar merupakan kepemilikan sosial.
a.       Prinsip Dasar Ekonomi Sosialis :
·         Pemilikan harta oleh negara
·         Kesamaan ekonomi
·         Disiplin Politik 
b.      Ciri-ciri Ekonomi Sosialis:
·         Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).
·         Peran pemerintah sangat kuat
·         Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi
2.      Sistem Ekonomi Kapitalis
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan  barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.
Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis :
·         Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
·         Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
·         Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann (keuntungan) sendiri
·         Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme)
3.      Sistem Ekonomi Islam
M.A. Manan (1992:19) di dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Praktik Ekonomi Islam” menyatakan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai islam. Sementara itu, H. Halide berpendapat bahwa yang di maksud dengan ekonomi islam ialah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang dii simpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi (dalam Daud Ali, 1988:3). Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari Al-Quran dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di dirikan atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.
a.       Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam:
1)      Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
2)      Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3)      Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4)      Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5)      Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan  banyak orang.
6)      Seorang mulsim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti.
7)      Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8)      Islam melarang riba dalam segala bentuk.
b.      Ciri-ciri Ekonomi Islam
1)      Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan kegiatan ekonomi
2)      Syari’ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi
Akhlak berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi

0 komentar:

Posting Komentar

gpaismkn5sby. Diberdayakan oleh Blogger.