PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM
A. Ekonomi
Islam (Muamalah)
Ekonomi
adalah suatu dimensi sosial manusia yang di rangkum dalam muamalah, yaitu
aturan-aturan dasar hubungan antara manusia. Menurut fiqih, muamalah ialah
tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang
ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa,
upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan
lain-lain.
Dalam
melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang,
dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti berikut.
1. Tidak
boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2. Tidak
boleh melakukan kegiatan riba.
3. Tidak
boleh dengan cara-cara zālim (aniaya).
4. Tidak
boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak
boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6. Tidak
boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram
Transaksi
ekonomi dalam ajaran Islam harus sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam
sebagaimana yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Adapun
prinsip-prinsip ekonomi Islam diantaranya :
a. Pendayagunaan
atau pengejawantahan konsep ZIS dalam mengatasikan kemiskinan. Pada prinsip ini
umat Islam dianjurkan dengan sangat bahkan pada kondisi tertentu diwajibkan
untuk membelanjakan harta-hartanya di jalan Allah secara optimal. Membelanjakan
dalam arti membantu para kaum dhua'afa, yatim piatu, fakir miskin dan lain-lain
yang termasuk dalam 8 asnaf mustahik Zakat. Hal ini dilakukan agar dapat
terwujud kesejahteraan dan keadilan sosial di masyarakat Islam karena Islam
sama sekali tidak mentolerir berlangsunganya atau situasi kesenjangan mencolok
antara kaum berpunya dan tidak berpunya (the have’s and the have nots).
b. Larangan
Riba bagi umat Islam dalam bermu’ammalah. Dalam dunia usaha dan perbankan riba sering
dikaitkan dengan bunga bank namun sebenarnya tidak hanya tentang bunga bank
tetapi menggandakan uang atau berharap mendapat keuntungan berlipat-lipat
sebagaimana koperasi berkedok syariah tetapi melakukan manipulasi dengan
mengiming-imingi nasabahnya dengan keuntungan banyak bahkan berkali-kali lipat
dari kewajaran suatu bisnis itu bisa juga dikatakan riba. Dalam konteks ini
jelas Allah akan memerangi orang-orang yang menjalankan usahanya dengan sistem
riba (QS al Baqarah 2: 278-279).
. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا
بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Hai
orang -orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa-sisa riba. Jika memang kamu orang yang beriman.Jika kamu tidak
melakukannya,maka terimalah pernyataan perang dari Allah dan rasul Nya
dan jika kalian bertobat maka bagi kalian adalah modal-modal, kalian tidak
berbuat zalim dan tidak pula dizalimi”. (QS. Al -Baqarah :
278- 279)
c. Membagi
Resiko (Risk Sharing) Ekonomi Islam yang berjalan dalam azas kebersamaan dan
keadilan. Islam tidak membolehkan salah satu pihak yang berkongsi menderita
kerugian atau rugi sendirian. Oleh karena itu menanggung resiko kerugian
pada usaha bersama secara adil dan bijak mesti dilakukan agar tidak ada
salah satu pihak yang merasa terdzholimi dan tidak puas. Prinsip ini mengajak
umat Islam yang berbisnis selalu senasib dan sependeritaan, jika untung
mesti sama-sama untung dan jika rugi mesti sama-sama menanggungnya. Inilah
suatu ajaran bisnis yang mengajarkan kita dalam kebersamaan, adil, fair,
transparan. Hal-hal seperti itulah yang seharusnya ditumbuh-kembangkan dalam
ekonomi Islam.
d. Kegiatan
ekonomi dilarang menyebabkan terjadinya fenomena eksploitasi. Suatu kegiatan
industri dan bisnis yang hanya mengeksploitasi kekayaan alam dan sumber
daya manusia tetapi tidak mampu menjaga keseimbangan ekonomi dan memerhatikan
hak-hak pekerja amat sangat dibenci bahkan dilarang dalam prinsip ekonomi
Islam ini. Eksploitasi dimaksud jika dijabarkan lebih lanjut bisa berupa
pembagian keuntungan yang berat sebelah misalnya kontrak karya yang tidak adil
dan ternyata lebih besar mudharat dari pada manfaatnya. Jika hal ini
terjadi maka sesuai ajaran Islam dalam prinsip keempat ini kita semestinya
menggugat kontrak karya tersebut. Apakah misalnya kontrak karya penambangan di
Indonesia oleh perusahaan asing banyak yang melanggar prinsip keempat
ini? Anda tentu tahu dan bisa menjawabnya dengan mudah.
e. Menjauhi
usaha yang bersifat spekulatif. Judi sudah tentu dilarang dan masuk dalam
kategori usaha yang tinggi sifat spekulasinya. Sistem ekonomi kapitalis
berbagai bisnisnya banyak ditopang dan didukung dengan usaha model spekulatif
ini. Umat Islam jangan meniru model bisnis macam ini, mesti dijauhi
sejauh-jauhnya karena konsep ekonomi mereka tidak dituntun oleh nilai-nilai
agama (Islam) dan bisa menyesatkan bagi masyarakat Islam. Maka diperlukan
kemauan dan tekad kuat untuk memurnikan kegiatan ekonomi dari unsure-unsur yang
bertentangan dengan prinsip ajaran Islam (Al-Quran dan Hadist).
B. Macam-Macam
Transaksi Ekonomi Islam (Mu’ammalah)
1.
Jual-beli menurut syariat agama ialah
kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya.
Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan firman Allah SWT.Berikutini:
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
Artinya:”... dan Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba...”(Q.S. al-Baqarah/2: 275).
a. Syarat dan
Rukun Jual Beli
Jual
beli dapat menjadi sah apabila sesuai dengan syarat-syarat dan rukun yang telah
ditetapkan dalam Islam yakni sebagai berikut :
1)
Penjual dan pembelinya, syarat haruslah:
a)
ballig,
b)
berakal sehat,
c) atas kehendak sendiri.
2)
Uang dan barangnya, syarat haruslah:
a)
halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai,
begitu juga babi dan berhala, termasuk lemak bangkai tersebut;
b)
bermanfaat. Membeli
barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau
pemboros.
c)
Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah
menjual barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan dalam
laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu
daya.
d)
Keadaan barang diketahui oleh penjual dan
pembeli.
e)
Milik sendiri, sabda Rasulullah SAW., “Tak sah
jual-beli melainkan atas barang yang dimiliki.”(HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
3)
Ijab Qobul
Seperti
pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli
menjawab, “Baiklah saya beli.”Dengan
demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah SAW.
bersabda, “Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu
Hibban)
b.
Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan
jual-beli ataumembatalkannya. Khiyar dibagi menjadi 3 yaitu
1)
Khiyār Majelis, adalah selama penjual dan
pembeli masih berada di tempat berlangsungnya transaksi/tawar-menawar, keduanya
berhak memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli.
2)
Khiyār
Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya
penjual mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat
khiyar tiga hari.”Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk
memutuskan jadi tidaknya pembelian tersebut dalam waktu tiga hari.
3)
Khiyār
Aibi (cacat), adalah pembeli
boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat
mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan
sesegera mungkin
Bai’salam: Transaksi jual beli dimana perjanjian
dibuat antara dua pihak (pembeli dan penjual). Dalam perjanjian ini pembeli
setuju membeli dengan membayar secara tunai barang yang akan dikirimkan
di kemudian hari. Bahasa mudahnya, bayar dahulu tapi barang atau jasa
belum dapat diterimakan saat itu (sistem pesan).
c. Riba
adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering
terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Ribā,
apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga
sangat berat. Diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang mengambil
ribā, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.”
(HR. Muslim).
Guna
menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas
dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat :
1) sama
timbangan ukurannya; atau
2) dilakukan
serah terima saat itu juga,
3) secara
tunai.
2.
Utang-piutang adalah menyerahkan harta
dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu
kemudian. Tentu saja dengan tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang
Rp.100.000,00 di kemudian hari harus melunasinya Rp.100.000,00 Memberi utang
kepada seseorang berarti menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama
Rukun
utang-piutang ada tiga, yaitu :
1)
yang berpiutang dan yang berutang
2) ada harta atau
barang
3)
lafadz kesepakatan. Misal : “Saya
utangkan ini kepadamu.” Yang berutang menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau
jika sudah punya akan saya lunasi.”
Untuk menghindari
keributan di belakang hari, Allah SWT. menyarankan agar kita mencatat dengan
baik utang-piutang yang kita lakukan. Jika orang yang berutang tidak dapat
melunasi tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah SWT. menganjurkan
memberinya kelonggaran. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang
waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui..” (Q.S.al-Baqarah/2: 280)
3. Sewa-menyewa dalam fiqh
Islam disebut ijārah, artinya imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa
yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat
tinggal, atau hewan. Sewa menyewa hendaklah
dilakukan sesuai dengan syarat dan rukun sewa-menyewa berikut :
a. Yang
menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat
b. Sewa-menyewa
dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
c. Barang
tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
d. Ditentukan
barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
e. Manfaat
yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua
belah pihak.
f. Berapa
lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
g. Harga sewa
dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati
bersama
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak
tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan disepakati bersama sebelumnya
hal-hal berikut.
a. Jenis
pekerjaan dan jam kerjanya.
b. Berapa
lama masa kerja.
c. Berapa
gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan ataukah
borongan?
d. Tunjangan-tunjangan
seperti transpor, kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.
4. Syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian
atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya. Menurut istilah, syirkah
adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat
untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Adapun rukun syirkah secara
garis besar ada tiga, yaitu seperti berikut.
a. Dua belah
pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus
memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taarruf (pengelolaan harta).
b. Objek akad
yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat
pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan
dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
c. Akad atau
yang disebut juga dengan istilah sigat. Adapun syarat sah akad harus berupa
taarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
Syirkah dibagi menjadi
beberapa macam, yaitu :
a. syirkah `inān,
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi
kontribusi kerja (amal) dan modal (mal).
b. syirkah
‘abdān, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya
memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (amal). Konstribusi
kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja
fisik (seperti tukang batu)
c. syirkah
wujūh, adalah kerja sama karena
didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah
masyarakat. Syirkah wujūh adalah syirkah antara dua pihak yang sama-sama
memberikan kontribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang memberikan
konstribusi modal (mal).
d. syirkah
mufāwaah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan
semua jenis syirkah di atas. Syirkah mufāwaah dalam pengertian
ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti
boleh digabungkan menjadi satu.
5. Musāqah, Muzāra’ah, dan Mukhābarah
a. Musāqah, Musāqah adalah kerja sama antara pemilik kebun
dan petani di mana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara
dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut persentase yang ditentukan
pada waktu akad.
b. Muzāra’ah, adalah kerja sama dalam bidang pertanian
antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari
petani.
c. Mukhābarah, ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara
pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari
pemilik lahan.
6.
Bank Syariah: Merupakan satu institusi keuangan yang
menjalankan operasi mengikuti prinsip-prinsip syariah. Bank syariah menggunakan
beberapa cara yang bersih dari riba, diantaranya sebagai berikut :
a.
Mudārabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan
pelaku usaha dengan perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian
dengan persentase sesuai perjanjian. Dalam sistem mudārabah, pihak bank
sama sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan
b.
Musyārakah, yakni kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana
masing-masing sama-sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak
mengelola usahanya secara bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara
bersama-sama pula
c.
Murābahah, yaitu suatu istilah dalam fiqh Islam
yang menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli
untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu di
atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya yang
dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya. Pembayaran dapat
dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang
disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyediakan barang yang
diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas
harga pembeliannya. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan
harga pembelian yang sebenarnya
d. Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito,
maupun surat berharga. Amanah dari pihak nasabah berupa uang atau barang
titipan yang telah disebutkan dan dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak
bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin bisa
mengembalikan dana tersebut sewaktuwaktu pemiliknya memerlukan.
e. Qarul
hasān, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada
nasabah yang baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan
simpanan pokok pada saat jatuh tempo. Biasanya layanan ini hanya diberikan
untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut sehingga menjadi wujud
penghargaan bank kepada nasabahnya.
f.
Hiwalah: Bermaksud pemindahan. Merujuk kepada proses pemindahan uang atau
hutang daripada satu pihak ke pihak yang lain atau dari satu account ke
account yang lain dan bank mendapat bagian karena jasa yang diberikannya.
g. Ar-rahnu: Meletakkan harta benda sebagai jaminan atas
hutang. Maksudnya, menjadikan sesuatu barang sebagai jaminan bagi sesuatu
hutang dan menjadi bayaran sekiranya tidak berkemampuan untuk membayar hutang
itu nanti.
7.
Asuransi Syari’ah, dalam bahasa Arab dikenal dengan at-Ta’min yang berarti
pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan atau bebas dari perasaan
takut. Si penanggung (assuradeur) disebut mu’ammin dan
tertanggung (geasrurrerde) disebut musta’min.\
Dalam Islam, asuransi merupakan bagian
dari muāmalah. Kaitan dengan dasar hukum asuransi menurut fiqh Islam
adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk asuransi tersebut
harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Pada umumnya, para ulama berpendapat
asuransi yang berdasarkan syari’ah dibolehkan dan asuransi
konvensional haram hukumnya.
8. Ujrah: bayaran yang diberikan kepada orang yang melakukan kerja sebagai
satu ganjaran atau upah atas apa yang dikerjakannya
C. Manajemen
Pengelolaan Ekonomi Islam (Zakat, Infak, Sedekah, Dan Wakaf)
Selain
dari sebagian transaksi yang sudah disebutkan di atas, manajemen pengolahan
ekonomi Islam yang perlu di perhatikan serius adalah :
1. Zakat
Zakat Menurut
Yusuf Qardhawi (1968:59) zakat adalah sejumlah barang tertentu yang diwajibkan
Allah SWT,diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Sedangkan menurut
BAZIS zakat adalah salah satu rukun islam yang merupakan ibadah kepada Allah
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusian dalam wujud mengkhususkan
jumlah harta atau nilainya milik perorangan atau badan hukum untu diberikan
kepada yang berhak dengan syarat-syarat tertentu. Tujuan zakat dalam ekonomi
islam adalah untuk mensucikan dan mengembangkan harta serta jiwa pribadi para
wajb zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan,dan
meningkatkan pembangunan.
2. Infaq
Infak adalah
membelanjakan,menggunakan atau mengeluarkan harta. Menurut pendapat lain infaq
adalah pengeluaran suka rela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh
rizki,sebanyak dikehendakinya sendiri.
3. Sedekah
sedekah adalah derma
atau pemberian yang dilakukan dengan harapan memperoleh ridho Allah. Sedangkan
menurut pendapat lain,sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain,terutama kepada orang-orang miskin,setiap
kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis,jumlah,maupun waktunya.
4. Wakaf
Wakaf adalah
memberikan harta yang tahan lama serta dapat memberikan manfaat untuk
kepentingan umum. Harta wakaf itu tidak boleh dijual hanya diambil
manfaatnya,karena lazimnya harta wakaf itu dalam bentuk tanah, kebun,
masjid, lembaga pendidikan, rumah, kendaraan, dan lain-lain.
Dari beberapa
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa zakat hukumnya wajib bagi orang Islam
yang mempunyai harta yang sampai nisabnya. Sedangkan infak, shadaqah, dan wakaf
hukumnya sunnat.
D. Pengelolaan
zakat, infak, sedekah, dan wakaf
Zakat,
infak, sedekah, dan wakaf merupakan ibadah yang bernilai sosial dan juga mampu
mengembangkan serta meningkatkan perekonomian umat Islam. Oleh karena itu harus
dikelola dengan manejemen yang baik,secara terstruktur dan profesional
baik darisegi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan. Diantara firman
Allah yang mengisyaratkan pengelolaha yang dimaksud terdapat dalam Q.S
At-Taubah : 103 yang terjemanhannya sebagai berikut :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ
بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Pungutlah zakat dari sebagian harta mereka,dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka,dan berdo’alah untuk mereka.
Sesungguhya do’a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dalam
prakteknya Rasul SAW pernah menunjuk Muadz bin Jabal sebagai pengumpul (amil)
zakat sekaligus mengurus infak,sedekah,dan wakaf. Harta yang telah dikumpulkan
tersebut disimpan dalam lembaga keuangan negara (baitul mal), yang selanjutnya
dimanfaatkan untuk membiayai kehidupan ekonomi umat yang dikelola oleh
pemerintah. Undang-undang Zakat Nomor 38
tahun 1999 menjadi payung hukum untuk pengelolaan zakat di Indonesia. Beberapa
hal teknis yang diatur di dalam UU tersebut antara lain :
1. Ruang
lingkup kerja amil zakat juga meliputi infak, sedekah, wakaf, hibah, dan
kifarat.
2. Sanksi
terhadap amil dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Struktur
amil mulai tingkat nasional, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan di semua
tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan
informatif (pasal 6:3).
4. Pengurus
amil zakat terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
persyaratan tertentu (pasal 6:4).
5. Struktur
amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan,pengawasan,dan pelaksanaan (pasal
6:5).
6. Tugas-tugas
amil zakat meliputi : mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan sesuai
dengan ketentuan agama dan bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan
tingkatannya (pasal 8 dan 9).
E. Perbedaan
Sistem Ekonomi Sosialis, Kapitalis Dan Islam
1.
Sistem Ekonomi
Sosialis
Sosialis adalah
suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada
setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan
pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata
kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik,
telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya. Sistem ekonomi sosialis adalah
suatu sistem ekonomi dengan kebijakan atau teori yang bertujuan untuk memperoleh
suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratisasi
terpusat dan kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baik
daripada yang kini berlaku sebagaimana yang diharapkan. Sistem Sosialis (Socialist Economy) berpandangan bahwa kemakmuran
individu hanya mungkin tercapai bila berfondasikan kemakmuran bersama.
Sebagai Konsekuensinya, penguasaan individu atas aset-aset ekonomi atau
faktor-faktor produksi sebagian besar merupakan kepemilikan sosial.
a. Prinsip
Dasar Ekonomi Sosialis :
·
Pemilikan harta oleh negara
·
Kesamaan ekonomi
·
Disiplin Politik
b. Ciri-ciri
Ekonomi Sosialis:
·
Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).
·
Peran pemerintah sangat kuat
·
Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi
2. Sistem
Ekonomi Kapitalis
Kapitalisme adalah
sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang
untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual
barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini
pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan
keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga
pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Dalam perekonomian kapitalis setiap
warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang
bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang
bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai
cara.
Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis :
·
Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
·
Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
·
Manusia dipandang sebagai mahluk
homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann (keuntungan) sendiri
·
Paham individualisme didasarkan materialisme,
warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme)
3. Sistem
Ekonomi Islam
M.A.
Manan (1992:19) di dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Praktik Ekonomi
Islam” menyatakan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai islam.
Sementara itu, H. Halide berpendapat bahwa yang di maksud dengan ekonomi islam
ialah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang dii simpulkan dari Al-Qur’an dan
sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi (dalam Daud Ali, 1988:3).
Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di
simpulkan dari Al-Quran dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di
dirikan atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi
lingkungan dan masa.
a. Prinsip-Prinsip
Ekonomi Islam:
1) Berbagai
sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada
manusia.
2) Islam
mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3) Kekuatan
penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4) Ekonomi
Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang
saja.
5) Ekonomi
Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
6) Seorang
mulsim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti.
7) Zakat
harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8) Islam
melarang riba dalam segala bentuk.
b. Ciri-ciri
Ekonomi Islam
1) Aqidah
sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan kegiatan ekonomi
2) Syari’ah
sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi
Akhlak
berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi
0 komentar:
Posting Komentar