# SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI GURU MAPEL PAI SMKN 5 SURABAYA, NGAJI SEPANJANG HAYAT | INFO : SELAMA MASA PEMBELAJARAN DI RUMAH, PEMBELAJARAN PAI DIPUSATKAN DI SITUS RESMI INI, BAGI SISWA-SISWI SMKN 5 SURABAYA SILAHKAN KOORDINASI DENGAN GURU PAI MASING-MASING UNTUK BERSAMA-SAMA MEMBERDAYAKAN SITUS INI DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH # .....

Jumat, 20 Maret 2020

BAB 7 KELAS XII - KENAPA MENASIHATI DAN DINASIHATI ?


Hasil gambar untuk ETIKA DAKWAH
Cerahkan Nurani dengan Saling Menasihati

A.    Perintah Saling Menasihati
Saling mengingatkan dalam hal kebaikan adalah kewajiban sesama muslim. Dalam Islam, mengingatkan orang lain secara lisan semacam itu biasa disebut dengan nasihat, wasiat, tausiyah, mau’idzah, dan tadzkirah (peringatan). Istilah umumnya   adalah ceramah. Kegiatan menyampaikan taushiyah demikian disebut tabligh (menyampaikan), sehinga istilah Tablig Akbar itu maksudnya adalah acara ceramah  yang dikemas secara meriah dan dihadiri oleh banyak jamaah.  Semua kegiatan itu adalah bagian dari dakwah, yaitu dakwah billisan (secara lisan), karena hanya berupa ceramah, sedangkan dakwah bukan hanya melalui lisan. Para penceramah agama itu biasa disebut  mubaligh (juru tablig) atau  Da'i (juru dakwah).
Kesalahan dan kealpaan dapat terjadi pada siapa saja, baik mubaligh atau jamaah. Oleh karena itu, kewajiban berdakwah bukan hanya bagi orang yang bisa ceramah saja, melainkan bagi seluruh umat Islam, “sampaikan dariku meski hanya satu ayat”, begitu arti sabda nabi terkait dengan kewajiban dakwah. Terus bagaimana caranya? Mengingatkan saudara yang berbuat salah atau lupa tidak harus dengan berceramah, apalagi kepada ustadz yang berceramah, cukup sampaikan seperlunya.
Dari kewajiban dakwah itulah lahir istilah saling berwasiat atau saling menasihati. Allah SWT. menegaskan perintah  tersebut, salah satunya surat al-‘Ashr: “Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang  yang  beriman,  beramal  soleh, dan  saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dengan kesabaran” (Q.S. al’Asr/103:1-3).
Apa yang disampaikan dalam memberi nasihat atau tausiyah? Materi pertama yag harus disampaikan  dalam berdakwah  adalah  ajakan untuk menyembah Tuhan Yang Esa, yaitu Allah SWT..
Perhatikan nasihat Luqman kepada anaknya pada firman Allah dalam Q.S.Luqman/31:13-14 berikut :

1.      Baca dengan tartil ayat al-Qur'an dan terjemahnya yang mengandung perintah tentang saling menasihati
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ.
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Haianakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orangtuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihny adalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Kudan kepada kedua orang tuamu,hanya kepada-Kulah kembalimu
(Q.S.Luqman/31:13-14)
2.      Penjelasan ayat
Dalam ayat diatas Allah SWT. Menginformasikan tentang wasiat Luqman kepada anaknya. Wasiat pertama adalah agar menyembah Allah SWT. Yang Maha Esa tanpa menyekutukan-Nya dengansesuatu apa pun. Luqman memperingatkan bahwa tindakan syirik adalah bentuk kezaliman terbesar. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, ketikaturun ayat: orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kezaliman’, hal itu terasa amat berat bagi para sahabat Rasulullah saw. dan bertanya: ‘siapakah di antara kami yang tidak mencampur keimanannya dengan kezaliman?’,Rasulullah menjawab:‘maksudnya bukan begitu, apakah kalian tidak mendengar perkataan Luqman: ‘Hai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman yang besar’. (HR. Muslim).
Kemudian nasihat untuk menyembah Allah SWT. dibarengkan dengan perintah untuk berbuat baik kepada orangtua, “dan Kami wasaitkan kepada manusia supaya mereka berbuat baik kepada kedua rang tua, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah”. Firman-Nya, “dan menyapihnya selama dua tahun”, yaitu mendidik dan menyusuinya.

Allah SWT. menyebut-nyebut penderitaan, kepayahan, dan kerepotan ibu dalam mendidik anak siang dan malam, untuk mengingatkannya tentang Ihsan (kebaikan dan ketulusan) seorang ibu kepada anak-anaknya. Oleh karena itu Allah SWT. berfirman,”bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu.
Dalam banyak hadisnya Rasulullah saw. Banyak menyampaikan perintah untuk saling menasihati dan berdakwah untukmengubah kemungkaran menjadi kondisi yang  sejalan dengan ajaran  Islam. Diantaranya dalam hadis berikut:
Artinya:
Dari Abu Said al-Khudri ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa diantara kalian melihat sesuatu kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya dengan tangannya, jika mampu, dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Yang sedemikian itu adalah selemah-lemahnya iman" (HR.Muslim)

Dalam hadis di atas terdapat perintah secara tegas untuk berdakwah. Kemungkaran harus diubah menjadi ma’ruf. Kemudian Rasulullah menjelaskan bahwa jika memungkinkan, kita harus mengubahnya dengan tangan,yaitu  kekuasaan kita. Merubah kemungkaran dengan sarana kekuasaan adalah  wewenang penguasa. Oleh karena itu, penguasa dan pemimpinyang kita pilih idealnya adalah orang-orang yang cenderung kepada kebaikan dan kebenaran,  sehingga ketika melihat kemungkaran, nuraninya tergerak untuk memperbaikinya, bukan memperkeruh suasana dengan berbuat kemungkaran. Tahapan ini dipandang paling efektif dalam mengubah kemungkaran, karena yang bergerak adalah aparat dan kebijakan.
Tahap selanjutnya, jika tidak mampu mengubah dengan tangan, maka dengan lisannya. Itulah dakwahbillisan (ceramah dan nasihat lisan). Tahap ini sangat banyak dilakukan para dai, hanya memang tidak terlihat secara jelas efektivitasnya dalam merubah kemungkaran. Penyebabnya bisa dari banyak faktor, di antaranya yang perlu menjadi bahan introspeksi para dai ada faktor “keikhlasan” dan “keteladanan”.
Tahap terakhir dalam hadis di atas adalah mengubah dengan hati, dengan mengingkari dalam hati bahwa yang mungkar tetaplah mungkar sambil berdoa  kepada Allah SWT. agar kondisi segera berubah. Tahap ini dipandang sebagai indikator iman yang paling lemah, karena tidak mampu melakukan dengan kekuasaan dan tidak pula dengan lisannya.
Hadis di atas menyiratkan perlunya kekuatan yang dimiliki oleh umat Islam supaya dapat mengubah kondisi melalui kekuasaannya. Dalam konteks kehidupan   berbangsa di sebuah negara yang multiagama, setidaknya kita harus konsisten  dengan nilai-nilai luhur yang harus diperjuangkan demi tegaknya pilar-pilar kebenaran untuk kepentingan bersama. Hal ini dapat terwujud jika para penguasa dan pemimpinnya cenderung dan peduli kepada perubahan menuju kondisi yang lebih baik, sesuai dengan kemajemukan yang ada.

B.     Adab dan Metoda Menyampaikan Nasihat (Dakwah)
Menyampaikan  nasihat adalah bagian dari kerja dakwah. Dalam berdakwah tidak boleh ada yang ditutup-tutupi (disembunyikan), semua kebenaran harus disampaikan, walaupun mungkin akan berdampak buruk bagi yang menyampaikan, seperti sabda  Rasulullah saw.,”Katakanlah yang benar walaupun terasa pahit”. Namun demikian, semua pekerjaan harus dikerjakan dengan cara yang terbaik. Begitu juga dengan dakwah. Memberikan nasihat kepada orang lain harus memperhatikan banyak aspek, terutama  objek dakwah, yaitu orang yang akan kita beri nasihat (umat). 
Orang yang akan kita nasihati adalah manusia yang memiliki beragam adat, budaya, kecenderungan, pengetahuan, dan latar belakang sosial lainnya. Semua itu membuat manusia menjadi makhluk unik yang harus didekati dengan cara yang berbeda-beda juga.Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan hasil dakwah dan meminimalisasi dampak buruknya, perlu diperhatikan adab berikut ini.

1.      Disampaikan dengan cara santun dan lemah lembut;
Dalam banyak ayat Allah SWT. mengajarkan kita agar menyampaikan dakwah atau  nasihat kepada orang lain dengan cara santun dan lemah lembut, di antaranya dalam ayat berikut.
”Maka  disebabkan  rahmat  dari Allah-lah kamu  berlaku  lemah  lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (Q.S. Ali 'Imran/3:159)
Ayat di atas menunjukan bahwa dalam memberikan nasihat janganlah kita berlaku kasar, egois, sok tahu, merasa paling benar, apalagi memojokkan, mereka pasti tidak akan bersimpati kepada kita bahkan tidak mau lagi menggubris nasihat kita. Lebih lanjut  terkait dengan strategi dakwah, simaklah ayat berikut!
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah  mereka dengan  cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui  tentang  siapa yang tersesat dari jalan-nya dan Dialah yang lebih mengetahui  orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. An-Nahl/16:125).
Dalam ayat di atas terdapat beberapa adab bertausiyah  atau berdakwah, seperti yang disebutkan  di bawah ini :
a.       Disampaikan dengan hikmah (bijak);
b.      Jika berbentuk nasihat  lisan, hendaknya  disampaikan  dengan cara yang baik;
c.       Jika harus bertukar argumen (debat, diskusi, atau dialog), hendaknya dilakukan dengan cara terbaik;
d.      Menghargai perbedaan. Ketika kita bertukar argumen dengan orang yang kita nasihati, kemudian tidak terjadi titik temu, hargai pendapat mereka, dan tidak semestinya  kita memaksa mereka untuk tunduk  kepada  pendapat dan ajakan kita. Dakwah adalah  mengajak dengan cara santun, bukan memaksa, karena Rasulullah pun dilarang memaksa,”Kamu bukanlah  seorang pemaksa  bagi  mereka”  (Q.S. al- Ghasyiyah/88:22).

2.      Memperhatikan tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan dan kemampuan berpikir objek dakwah harus menjadi pertimbangan dalam menyampaikan dakwah billisan, Rasulullah bersabda: Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kadarakal (daya pikir) mereka”(H.R.Dailami).

3.      Menggunakan bahasa yang sesuai.
Bahasa yang digunakan hendaknya bahasa yang dapat dipahami dan sesuai dengan tingkat intelektual objek dakwah. Ketika berbicara di hadapan kalangan masyarakat awam, gunakan bahasa yang berbeda dengan yang digunakan untuk berceramah dihadapan kaum terpelajar, dan sebaliknya.

4.      Memperhatikan budaya.
Dimana bumi dipijak, disitu langit  dijunjung. Pepatah itudiperlukan dalam  dunia dakwah. Seorang dai yang tidak menghargai budaya setempat, bukan saja sulit mendapat simpati, tetapi bisa jadi tidak punya kesempatan berdakwah lagi ketika masyarakat tersinggung dan merasa tidak dihargai budayanya.
Menghargai budaya bukan berarti melebur ke dalam kesesatan yang ada dalam sebuah masyarakat, akan tetapi berdakwah dengan cerdas dan cermat dalam memilih pendekatan dan cara. Mengubah budaya yang mengandung kemungkaran harus tetap dilakukan, tetapi lagi-lagi adalah carayang digunakan harus dipertimbangkan masak-masak.
Disinilah para dai dituntut untuk memiliki wawasan seluas-luasnya supaya mampu menyikapi setiap permasalahan dengan santun dan bijak.

5.      Memperhatikan tingkat sosial-ekonomi.
Kondisi ekonomi masyarakat sasaran kita berdakwah merupakan hal yang harus diperhatikan oleh paradai. Jika secara ekonomi  mereka termasuk dalam kategori mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) karena miskin, jangan didominasi materi tentang kewajiban zakat, tetapi motivasi
lagi menjadi mustahiq, tetapi menjadi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) karena sudah mandiri secara ekonomi.

6.      Memperhatikan usia objek dakwah.
Saling menyayangi dan saling menghormati berlaku dalam segala urusan, apalagi  dalam urusan dakwah. Pada prinsipnya semua orang punya potensi untuk menerima nasihat dan dakwah kita, tetapi adab kita dalam menasihati orangtua tidak bisa  disamakan dengan menasihati teman sebaya atau orang yang lebih muda. Jika ini tidak diperhatikan, orangtua yang kita harap mendukung dakwah kita dalam sebuah kampung misalnya, justru akan menjadi hambatan karena mereka tersinggung dangan  cara kita.

7.      Yakin dan Optimis.
Seorang dai harus yakin bahwa yang disampaikan adalah nasihat yang bersumber dari Yang Maha Benar, meskipun disampaikan sesuai dengan yang dipahaminya, dan penuh harap bahwa kebenaran yang disampaikan nantinya akan tegak menggantikan kebatilan. Firman Allah SWT.:
….(apa yang telah kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dariTuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu. (Q.S.Ali 'Imran/3:60).
Dan katakanlah: “yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap” Sesungguhnya  yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Q.S. al- Isra/17:81).

8.      Menjalin kerja sama.
Dakwah adalah  kerja besar  yang tidak mungkin  dipanggul sendiri oleh seorang dai atau banyak orang secara mandiri dan terlepas  dari yang lain. Di antara sesama  dai perlu ada jaringan dakwah yang terorganisasi dengan baik. Bukan hanya sesama dai, kerja sama juga perlu dijalin dengan pemerintah  sebagai pemegang kekuasaan,  dan juga dengan semua lapisan masyarakat. Mereka harus bahu membahu dan saling menopang dalam menjalankan misi mulia ini, menegakkan “amar ma’ruf nahi munkar”.

9.      Konsekuen dengan perkataan (keteladanan).
Apa yang kita katakan seharusnya sama dengan apa yang kita lakukan. Dengan keteladanan kita berharap orang yang kita nasihati mau mengikuti dengan suka rela. Jika kita belum dapat melakukan kebaikan seperti yang kita katakan, jangan kemudian berhenti  berdakwah, tapi jadikan nasihat- nasihat  yang kita sampaikan  itu sebagai  pemicu  dan motivasi agar kita segera menjadi contoh baik bagi obyek dakwah.

C.    Hikmah dan Manfaat Nasihat
Tegaknya “al-Amru bi al-ma'rif wa an-nahyu an-munkar” (saling menasihati untuk berbuat yang makruf dan mencegah kemungkaran) adalah jaminan kehidupan yang layak di dunia dan akhirat. Jika hal tersebut ditegakkan di segala aspek kehidupan, setidaknya kita akan mendapatkan manfaat dan hikmah berikut.
1.      Nasihat dari orang lain merupakan kontrol sosial pada saat kita terlena dan tidak mampu melakukan introspeksi (muhasabah).
2.      Mengingatkan diri sendiri untuk konsekuen (jika kita sebagai  pemberi nasihat).
3.      Selalu menjaga kebersihan hati dan pikiran dari niat dan rencana  kotor/tercela.
4.      Terjalinnya persatuan dan persaudaraan antara pemerintah dan semua lapisan masyarakat.
5.      Terjaganya lingkungan dari kemaksiatan dan penyakit sosial.
6.      Terciptanya keadilan, keamanan, ketenteraman, dan kedamaian dalam masyarakat.
7.      Mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT., di dunia dan akhirat.

D.    Perilaku Mulia Penerapan Saling Menasihati
Sikap dan perilaku terpuji  yang harus dikembangkan terkait dengan tema saling menasihati ialah sebagai berikut:
1.      Menjadikan masalah tauhid dan larangan syirik sebagai materi utama dalam menyampaikan nasihat.
2.      Mengingatkan orang  yang  kita nasihati  (umat)  tentang besarnya  jasa-jasa orangtua kepada anak-anaknya, terutama ibu yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat dengan penuh kasih.
3.      Menyampaikan nasihat dengan cara-cara yang santun dan beradab.
4.      Menerima nasihat dengan lapang dada, dari manapun nasihat itu datang;
5.      Menjalin silaturrahim dengan sesama dai dan umat.
6.      Saling membantu dan bahu membahu dalam memecahkan masalah umat.
7.      Selalu berupaya untuk menegakkan kebenaran sesuai dengan kemampuan.
8.      Selalu meningkatkan wawasan terkait dengan materi dakwah ataupun strateginya
9.      Berusaha merubah kemungkaran yang ada di lingkungan sekitar.
10.  Berusaha konsekuen dengan semua nasihat yang kita sampaikan.
11.  Berusaha menjadi figur yang layak diteladani dalam segala yang baik.
12.  Menjadikan  kekuasaan  sebagai  alat  untuk  menegakkan amar ma’ruf nahi munkar untuk semua golongan



*Dikutib dari buku portofoliio MGMP PAI SMK Surabaya

0 komentar:

Posting Komentar

gpaismkn5sby. Diberdayakan oleh Blogger.