# SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI GURU MAPEL PAI SMKN 5 SURABAYA, NGAJI SEPANJANG HAYAT | INFO : SELAMA MASA PEMBELAJARAN DI RUMAH, PEMBELAJARAN PAI DIPUSATKAN DI SITUS RESMI INI, BAGI SISWA-SISWI SMKN 5 SURABAYA SILAHKAN KOORDINASI DENGAN GURU PAI MASING-MASING UNTUK BERSAMA-SAMA MEMBERDAYAKAN SITUS INI DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH # .....

Jumat, 20 Maret 2020

BAB 8 KELAS XII - MENELUSURI ISLAM DI NUSANTARA


RAHMAT ISLAM BAGI NUSANTARA*

Hasil gambar untuk SEJARAHA ISLAM INDONESIA
A.      Masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia)
Para pakar sejarah berbeda pendapat mengenai sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Setidaknya terdapat tiga teori besar yang dikembangkan oleh Ahmad Mansur  Suryanegara, yang terkait dengan asal kedatangan, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
1.      Teori Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M.
2.      Teori Mekah. Islam dipercaya  tiba di Indonesia  langsung  dari TimurTengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
3.      Teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.
Baik teori Gujarat maupun teori Persia, keduanya sama-sama menetapkan bahwa  Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13 M. Namun teori Mekah menetapkan kedatangan Islam ke Nusantara jauh sebelum itu, yaitu pada abad ke 7 M, saat Rasulullah masih hidup.
Secara ilmiah, teori Mekah yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara lebih awal, lebih penting untuk dibuktikan. Jika bukti-bukti teori Makah telah diangggap memadai dan ilmiah, maka teori lain yang menyatakan kedatangan sekitar abad 13 M., tidak perlu lagi dibuktikan. Oleh karena itu, uraian berikut terkait dengan beberapa bukti yang mendukung teori Mekah yaitu berikur seperti ini.
1.      Menurut sejumlah pakar sejarah dan arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad saw. menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina,  Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.
2.      Peter Bellwood,Reader in Archaeology di Australia National University,telah melakukanbanyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara, dan menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abadkelima masehi  (yang berarti Nabi Muhammad saw. belum lahir), beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.
3.      Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan Jawa-dengan Cina juga diakui oleh sejarawan G.R. Tibbetts. Ia menemukan bukti-bukti adanya  kontak dagang antara  negeri  Arab dengan Nusantara saat  itu. “Keadaan  ini  terjadi  karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, “tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah Arab-Nusantara-China.
4.      Ditemukannya perkampungan Arab muslim di Barus pada abad ke-1 H./7M. Berdasarkan sebuah  dokumen  kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 625 M (sembilan tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan), di pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Buddha Sriwijaya. Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan  asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal.
Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf al- Qur'an, karena mushaf baru selesai dibukukan pada zaman Khalifah Usman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Sebab itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para hufaz atau penghapal al-Qur'an.
Dari berbagai  literatur  diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama “Barus” atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan.
Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia, mengingat dari seluruh kota di Nusantara hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah  menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama  Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan  dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
5.      Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7M.
6.      Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
7.      Hamka, menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung  dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, Hamka menulis bahwa  penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya  agama Islam di Tanah Air. Hamka juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.
8.      Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.
9.      Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa sekitar abad 7-12 M, Barus telah menjadi perkampungan multi-etnis  dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.
10.  Pada tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah Utsman bin Affan, mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.
11.  Dalam Seminar Nasional tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun   1963, para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-1 H. (abad ke-7 M) dan langsung dari tanah Arab. Daerah yang disinggahi adalah pesisir Sumatra. Islam disebarkan oleh para saudagar muslim dengan cara damai.
12.  Ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, abad ke-11 M. yang berarti jauh sebelum itu sudah terjadi penyebaran agama Islam, terutama di daerahpesisir Sumatera, karena yang menyebarkan Islam di Jawa adalah para mubalih dari Arab dan dari Pasai.

B.       Strategi Dakwah Islam di Nusantara
Penyebaran Islam di Indonesia ditempuh melalui cara berikut :
1.      Damai, bijaksana dan dilandasi keramahan. Kesemuanya itu sesuai dengan tuntunan Islam (QS.An-Nahl {16}:125,QS.Al-Anbiya’{21}:107), bukan melalui jalan paksaan, kekerasan apalagi peperangan.
2.      Akulturasi budaya, penyebaran Islam sangat cepat disebabkan ajaranya sangat lentur memasuki tradisi lokal dan sangat mempertimbangkan kondisi masyarakat, sehingga menjadikan tradisi yang tidak bertentangan sebagai salah satu pertimbangan hukum “Fiqhiyah” (disamping pengaruh ajaran Islam yang sejalan dengan fitrah/jati diri manusia,QS.Ar-Ruum {30}:300), adat dapat dijadikan landasan hukum asalkan sejalan dengan aturan Islam.
Adapun tentang golongan masyarakat pembawa Islam (mubaligh) ke Indonesia terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan sebagai  kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam diIndonesia, diantaranya adalah: perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.
1.      Kaum pedagang. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa penyebaran Islam dilakukan melalui perjalanan lalu lintas perdagangan dan pelayaran.Baru kemudian pada masa-masa berikutnya terdapat para Mubaligh yang tugasnya khusus mengajarkan agama Islam, berkat mereka inilah proses Islamisasi bertambah cepat, sebab mereka mendirikan pondok pesantren dan mencetak kader-kader ulama Islam(santri, Mubaligh, Da’i).Islamisasi melalui jalur perdagangan terjadi pada tahap awal, yakni sejalan dengan kesibukan lalu lintas perdagangan antara abad ke 7 sampai dengan abad ke 16.
2.      Islamisasi melalui perkawinan. Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik dari pada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan,  karena proses pengIslaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya. Sehingga melalui perkawinan tersebut pengaruhnya lebih besar, apalagi jika yang menikah dari kalangan berpengaruh (bangsawan dan penguasa). Misalnya perkawinan Putri Campa dengan Putra Brawijaya atau antara Sunan ampel dengan Nyi Gede Manila (babad tanah jawi), dalam babad Cirebon disebutkan tentang pernikahan antara Putri Kawungaten dengan Sunan Gunung Jatidalam babad Tuban diceritakan tentang Raden Ayu Teja dengan Syekh Abdurahman. Bahkan pernikahan antar kaum bangsawan tersebut melahirkan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.
3.      Jalur Pendidikan. Proses Islamisasi melalui pendidikan oleh para mubaligh dan para kyai di pondok pesantren memegang peranan penting bagi perkembangan Islam di Nusantara. Semakin terkenal Kyai semakin terkenal pula pesantrenya, sehingga membawa pengaruh ke daerah yang luas. Pada masa pertumbuhan Islam dikenal adanya pesantren Ampel Denta milik Sunan Ampel dan pesantren Sunan Giri di Gresik.Raja-raja juga banyak mendatangkan guru agama Islam sebagai penasihat agama, misalnya di Banten dikenal Kyai Dukuh (P.Kanyusatan) sebagai penasehat Maulanan Yusuf dan Syekh Yusuf dari Makassar penasihat Sultan Ageng Tirtayasa atau Ki Ageng Sela penasihat Sultan Hadiwijaya dari Pajang dan Juru Martani penasihat Panembahan Senopati dari Mataram.
4.      Melalui Tasawuf. Jalur ini juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau parasufi adalah guru-guru pengembara, dengan suka rela mereka menghayati kemiskinan, juga sering kali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal  luas masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para bangsawan setempat juga berperan karena memudahkan penerimaan masyarakat non-muslim terhadap budaya Islam. Begitu juga melalui tasawuf, Islam mudah diterima oleh orang-orang yang telah memilki dasar-dasar ketuhanan yang benar.
5.      Proses Islamisasi melalui kesenian, tampak jelas dari bukti–bukti peninggalan sejarah, seperti seni ukir, makam, tradisi sekaten, seni wayang dan lain sebagainya.
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukkan  wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi  dalam  setiap  pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta  kepada  para  penonton untukmengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata,    tetapi muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.
Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni pahat  atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di antara bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni  bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada,merupakan bentuk akulturasi dari kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada   sebelum Islam, seperti bangunan candi. Salah satu darisekian banyak contoh  yang dapat kita saksikan hingga kini adalah MasjidKudus dengan menaranya yang sangat terkenal itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di  Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui cara-cara damai dengan mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan olehpara mubaligh, sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.
6.      Jalur Politik, Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam diwilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur.

C.      Perkembangan Dakwah Islam di Nusantara
Masuknya Islam ke berbagai daerah di Indonesia tidaklah sekaligus, melainkan secara bertahap. Faktor transportasi, komunikasi, politik dan latar belakang sosial budaya masyarakat setempat, menentukan proses Islamisasi didaerah-daerah Indonesia. Adapun perkembangan dakwah Islam di Nusantara sebagai berikut :
1.      Perkembangan Islam di Sumatera
Tempat mula-mula  masuknya Islam di pulau Sumatera adalah Pantai Barat Sumatera.  Dari sana berkembang ke daerah-daerah lainnya. Pada umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan perkembangan agama Islam bermula dari Pasai, Aceh Utara.Orang  yang  menyebarkan Islam didaerah ini adalah Abdullah Arif.
Dengan kesopanan dan keramahan orang Arab yang berdakwah itu, maka penduduk Pasai sangat terkesan. Akhirnya mereka menyatakan diri masuk Islam. Bahkan raja dan pemimpin negeri, setelah melihat kesopanan orang Arab yang berdakwah itupun, masuk Islam pula. Masyarakat Pasai sangat giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah. Kerajaan Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Serambi Mekkah”.
Setelah agama Islam berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke daerah-daerah lain yaitu ke Pariaman, Sumatera Barat. Islam datang ke Pariaman dari Pasai melalui laut Pantai Barat Pulau Sumatera. Ulama yang terkenal membawa Islam ke Pariaman itu adalah Syekh Burhanuddin. Penyiaran agama Islam dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap, sebab adat di Sumatera Barat sangat kuat. Dengan arif dan bijaksana para mubaligh dapat  memberikan pengertian pada masyarakat, dan akhirnya masyarakat Sumatera Barat dapat menerima agama Islam dengan baik.
Sebagai bukti bahwa Islam diterima oleh masyarakat Sumatera Barat dengan kerelaan dan kesadaran adalah dengan istilah yang mengatakan: Adat bersendi syura’, syara’ bersendi Kitabullah. Jadi, adat istiadat yang dipegang teguh oleh masyarakat Sumatera  Barat itu adalah adat yang bersendikan Islam, artinya Islam menjadi dasar adat.
Sekitar tahun 1440 agama Islam masuk ke Sumatera Selatan. Mubaligh yang paling berjasa membawa Islam ke Sumatera Selatan adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar yang kemudian terkenal dengan nama Aryadillah (Abdillah) adalah bupati Majapahit di Palembang waktu itu. Kemudian Raden Rahmat (Sunan Ampel) member saran kepada Abdillah agar bersedia menyebarkan agama Islam di Sumatera Selatan. Atas rahmat dan petunjuk Allah SWT., saran Raden Rahmat tersebut dilaksanakan oleh Aryadillah, sehingga agama Islam di Sumatera Selatan berkembang dengan baik.

2.      Perkembangan Islam di Kalimantan,Maluku, dan Papua
Di pulau Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di Kalimantan Selatan, dengan ibukotanya  Banjarmasin. Pembawa  agama  Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah  para pedagang bangsa  Arab dan para mubaligh  dari Pulau Jawa. Perkembangan agama Islam di Kalimantan Selatan itu sangat pesat dan mencapai puncaknya setelah Majapahit runtuh tahun 1478.
Daerah lainnya di Kalimantan yang dimasuki agama  Islam adalah Kalimantan Barat. Islam masuk ke Kalimantan Barat mula-mula di daerah Muara Sambas dan  Sukadana.  Dari dua  daerah inilah baru tersebar keseluruh Kalimantan Barat. Pembawa  agama  Islam ke daerah Kalimantan Barat adalah para pedagang dari Johor (Malaysia), serta ulama dan mubaligh dari Palembang (Sumatera Selatan). Sultan Islam yang pertama (tahun 1591) di Kalimantan Barat berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan Giri Kusuma.
Penyebaran  Islam di Kalimantan Timur terutama di Kutai, dilakukan oleh Dato’ Ri Bandang dan Tuang Tunggang melalui jalur perdagangan. Kemudian sejak abad  ke-15, antara  tahun  1400 sampai 1500 Islam telahmasuk dan berkembang di Maluku. Pedagang yang beragama Islam danpara ulama/mubalih banyak yang datang ke Maluku sambil menyiarkan agama  Islam. Daerah-daerah yang mula-mula  dimasuki Islam di Maluku adalah Ternate, Tidore, Bacau, dan Jailolo.Raja-raja yang memerintah di daerah tersebut berasal dari satu keturunan, yang semuanya menyokong perkembangan Islam di Maluku.
Perkembangan agama Islam di papua berjalan agak lambat. Islam masuk ke Irian terutama karena pengaruh raja-raja Maluku, para pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh dari Maluku.Daerah-daerah yang  mula-mula  dimasuki Islam di papua adalah Misol, Salawati, Pulau Waigeo,dan Pulau Gebi.

3.      Perkembangan Islam di Sulawesi
Pada abad ke-16 Islam telah masuk ke Sulawesi, yang dibawa oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera Barat. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di Sulawesi Selatan.
Sebelum Islam datang ke daerah ini penduduknya menganut kepercayaan nenek moyang. Setelah Dato’ Ri Bandang berkunjung ke Sulawesi Selatan, Raja Goa yang bernama  Karaeng Tonigallo masuk Islam. Kemudian atas usul Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti  nama dengan Sultan Alauddin. Jauh sebelum Raja Goa ini masuk Islam, para pedagang telah menyiarkan agama  Islam di tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan dan banyak penduduk yang telah menganut agama Islam.
Setelah Sultan Alauddin wafat, beliau diganti oleh putranya yang bernama Sultan Hasanuddin.  Dari Goa Islam terus berkembang ke daerah-daerah lainnya seperti daerah Talo dan Bone.

4.      Perkembangan Islam di Nusa Tenggara
Sebagaimana daerah-daerah lain, pada  tahun  1540 agama  Islam masuk pula ke Nusa Tenggara. Masuknya agama Islam Ke Nusa Tenggara dibawa oleh para mubaligh dari Bugis (Sulawesi Selatan) dan dari Jawa.
Agama Islam berkembang di Nusa Tenggara mula-mula di daerah Lombok yang penduduknya disebut Suku Sasak. Dari daerah Lombok, secara pelan- pelan selanjutnya tersebar pula ke daerah-daerah Sumbawa dan Flores.



5.      Perkembangan Islam di Pulau Jawa
Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11 M., yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari Pasai. Tempat yang mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-daerah pesisir utara Jawa Timur.
Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa Timur adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di Gresik, kemudian mendirikan pusat penyiaran agama Islam dan pusat pengajaran. Dalam majlisnya itu beliau mengkader beberapa orang  murid. selanjutnya  mereka menyiarkan agama  Islam ke daerah-daerah lain di pulau Jawa.
Di Jawa Tengah, penyiaran Agama  Islam  berpusat  di Demak. Penyiaran  agama  Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali Sembilan). Kemudian murid-murid Wali Songo turut pula  menyiarkan agama Islam ke daerah pedalaman pulau Jawa, sehingga agama Islam berkembang dengan pesatnya.
Adapun nama-nama Wali Songo yang merupakan tokoh-tokoh utama penyebaran Islam di Jawa adalah :
1.      Maulana Malik Ibrahim, nama lainya Maulana Maghribi (Barat). Disebut Maghribi karena asalnya dari Persia, pusat kegiatanya di Gresik Jawa Timur.
2.      Sunan Ampel atau Ngampel, nama kecilnya Raden Rahmat yang berkedudukan di Ngampel Surabaya, Melalui peran beliau lahirlah generasi Islam yang tangguh yaitu Raden Fatah sultan pertama Demak
3.      Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku. Beliau adalah murid Sunan Ampel. Pusat kegiatanya di Gresik tepatnya di bukit Giri.
4.      Sunan Bonang, nama kecilnya adalah Makdum Ibrahim, putra Raden Rahmat dengan pusat kegiatan didaerah Bonang dekat Tuban.
5.      Sunan Drajat, nama kecilnya Malik Munih juga putra Raden Rahmat dengan pusat kegiatan didaerah  Drajat, dekat Sedayu deat suatu wilayah antara Gresik dan Tuban.
6.      Sunan Muria yang berkedudukan di Gunung Muria dekat Kudus
7.      Sunan Kudus berkedudukan di Kudus.
8.      Sunan Kalijaga, nama aslinya Joko said. Pusat kegiatanya di Kadilangu, Demak (Jawa Tengah).
9.      Sunan Jati disebut pula Syarif Hidayatullah, berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon (Jawa Barat)

D.      Kerajaan Islam
1.      Kerajaan Samudra Pasai
Secara politik Samudera Pasai berdiri didorong oleh keinginan mendirikan kerajaan Islam di Sumatera. Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama yang berdiri sekitar abad 13 yang dibangun oleh Laksamana laut Mesir yang bernama Nazimuddin Al-Kamil.
Tahun 1283 Pasai dapat ditaklukan Marah Silu, kemudian diangkat menjadi raja Pasai dengan gelar Sultan Malik As-Saleh (1285-1297). Setelah wafat diganti oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad (Malik At-Tahir I) sampai tahun 1326. Pengganti berikutnya adalah Sultan Ahma yang juga memakai nama Malik At-Tahir II.
Ibnu Batutah mencatat didalam karyanya “Rihlah Ibnu Batutha” bahwa pada tahun 1345 ia pernah singgah di Samudera Pasai dalam perjalanan dari Afrika Utara menuju Cina. Pada Masa itu, kerajaan Samudera Pasai menguasai selat Malaka sebagai Bandar perdaganganya. Menurutnya pula bahwa Sultan Ahmad sangat taat beragama, bahkan pada masanya Islam menyebar luas sampai Malak. Tahun 148 Sultan Ahmad wafat kedudukanya diganti oleh putranya yang bernama Zainal Abidin.

2.      Kerajaan Perlak
Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-9. Perlak adalah nama sebuah kerajaan di Aceh timur yang berada ditepi sungai Peurela. Letaknya sangat strategis karena berada diselat Malak. Diantara raja yang pernah memerintah kerajaan Perlak adalah Sultan Maulana Abdul Aziz, Sultan Maulana abbas dan Sayyid  Mahmud Syah. Sedang raja pertamanya adalah Sultan Alaudin Syah.
Melalui peran kerajaan ini, Islam melebarkan sayapnya sampai ke Riau, termasuk gugusan pulau yang kini terkenal dengan nama pulau Natuan. Apalagi setelah dinasti Abdul Aziz berkuasa, penyebaranya sampai ke wilayah Aceh timur.Jika diteliti lebih dalam, kerajaan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama bukan Samudera Pasai. Namun diperoleh jawaban dari para ahli sejarah memang Perlak merupakan kerajaan yang penduduknya beragama Islam, hanya saja pada waktu itu kerajaan Perlak tidak menggunakan system pemerintahan Islam. Berbeda dengan Samudera Pasai yang menerapkanya. Dengan demikian Perlak tidak bisa dikatakan sebagai kerajaan Islam.

3.      Kerajaan Malaka
Karena letaknya yang sangat strategis, dipakai sebagai jalur perdagangan internasional, sehingga Malaka menjadi pelabuhan Internasional. Kerajaan ini dibangun oleh Parameswara. Sewaktu terjadi perang bersaudara di Majapahit, Parameswara beserta pengikutnya melarikan diri ke pulau Tumasik(Singapura) dan berhasil mendirikan kekuasaan. Namun tidak terlalu lama, kemudian diserang oleh kerajaan Siam (Thailand Sekarang), sehingga kekuasaanya dipindahkan ke Malaka.
Melalui strategi yang jitu, Parameswara mampu menunjukkan kekuasaanya sampai maju dan berkembang. Namun ada yang mengganjal pada lubuk hatinya, bila berjumpa dengan para pedagang muslim yang hanya mau berhubungan dengan sesama muslim saja, Parameswara pun memeluk ajaran Islam dan mengganti namanya menjadi Iskandar Syah.
Secara berurutan kerajaan Malaka setelah wafatnya Iskandar Syah adalah :
a. Sultan Mudzafar Syah.
b. Sultan Mansyur Syah.
c. Sultan Alaudin Syah.
d. Sultan Mahmud Syah.

4.      Kerajaan Aceh
Tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang Islam tidak mau lagi berdagang di Malaka dan mereka mencari pengkalan baru di Aceh. Dalam waktu singkat, Aceh berkembang menjadi pelabuhan dan kota perdagangan yang ramai.
Para pembesar Aceh kemudian membangun Aceh menjadi kerajaan untuk menyaingi Malaka yang jatuh ke tangan Portugis. Raja pertama Aceh adalah Ali Mughayat Syah yang pemerintahanya berpusat di kota raja. Pada masanya Islam berkembang pesat sampai Deli dan Aru. Tahun 1530 setelah wafat diganti oleh putranya yang bernama Sultan Sholahudin tapi karena kurang cakap dalam memerintah diganti oleh adiknya yang bernama Alaudin Riayat Syah yang diberi julukan “Al Qohhar” karena ketegasan, keberanianya dan pandai mengatur pemerintahan.
Masa keemasan kerajaan Aceh terjadi pada pemerintahan Iskandar Muda (1607-1636). Pada masanya; Johor, Pahang dan Kedah masuk dalam kekuasaan Aceh. Setalah wafat diganti oleh putranya yang bernama Iskandar Tsani. Seiring dengan berjalannya waktu, kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan terjadinya perselisihan di antara keluarga raja. Sultan terakhir Aceh adalah Sultan Ali Alaudin Syah (1838-1870).

5.      Kerajaan Demak
Seorang bupati Majapahit bernama Raden Patah memeluk Islam, bersamaan dengan itu secara terang-terangan menentang Majapahit yang sudah lemah. Dengan bantuan para pembesar Jepara, Tuban dan Gresik yang telah memeluk Islam, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam di Demak 1478.
Raden Patah sebagai santri sunan Ampel diberi tugas menyebarkan Islam didaerah Glagah Wangi (Bintoro) dekat Jepara. Usaha raden Patah mendirikan pesantren ternyata berhasil, lama-kelamaan berkembang menjadi pusat perdagangan, pusat agama Islam dan pusat kekuasaan Islam yang akhirnya tumbuh menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Jawa. Dalam waktu singkat daerah Lasem, Tuban, Sedayu dan Gresik masuk dalam kekuasaan Demak.
Tahun 1513 Demak melancarkan serangaanya untuk membebaskan Malaka dari Portugis yang dipimpin Pati Unus, walau seranganya gagal tapi cukup merepotkan Portugis dan Adipati Unus mendapat gelar Pangeran Sabrang Lor. Tahun 1518 Raden Patah wafat dan digantikan Adipati Unus, namun sayang pemerintahanya hanya berjalan 3 tahun karena beliau wafat tahun 1521 dan digantikan adiknya yang bernama Pangeran Trenggono.
Sementara itu, Portugis berhasil menduduki Samudera Pasai dan berusaha menduduki Pajajaran dan Sunda Kelapa. Menghadapi itu, Sultan Trenggono memperkuat pertahananya. Seorang ulama yang berhasil melarikan diri dari pasai bernama Fatahillah, diangkat menjadi  panglima Armada kerajaan Demak. Fatahillah kemudian ditugaskan menggagalkan rencana Portugis ,menduduki Pajajaran dan Sunda Kelapa. Tahun 1522 Sunda Kelapa dapat direbut dan berganti nama menjadi Jayakarta. Selain itu, Fatahillah juga berhasil merebut Cirebon dan Banten, Dengan jatuhnya kota-kota tersebut membuat Portugis mengalami kesulitan untuk menguasai, karena mendapat perlawanan tentara Demak.
Di sisi lain, Sultan Trenggono berhasil menguasai Mataram di Jawa Tengah dan Singosari di Jawa timur, dalam usahanya menguasai Pasuruan beliau gugur (1546). Sebab itu kerajaan Demak mengalami kekacauan politik karena perebutan kekuasaaan antara Pangeran Prawoto (putra Sultan Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Pangeran Sekar Seda Lepen).  Arya Penangsang (Adipati Jipang) menuduh Pangeran Prawoto membunuh ayahnya, maka Pangeran Prawoto berhasil dibunuhnya. Akhirnya Pangeran Arya Penangsang berhasil dibunuh oleh Jaka Tingkir (menantu Sultan trenggono) dan Jaka Tingkir diangkat menjadi Sultan Demak dan memindahkan kekuasaanya ke Pajang (1568). Sejak itu tamatlah riwayat kerajaan Demak dan daerah-daerah yang berada di bawah Demak seperti : Banten, Corebon, Tuban, Gresik dan Surabaya melepaskan diri dari kekuasaan Demak.
6.      Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir tampil sebagai raja pertama kerajaan Pajang (1568-1586). Kedudukanya sebagai Sultan dikukuhkan oleh sunan Giri dan bergelar Sultan Hadiwijaya. Kyai Ageng Pamanahan yang banyak membantu untuk mengalahkan Pangeran Arya Panangsang dihadiahi daerah Mataram (Yoyakarta). Tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat dan kedudukanya seharusnya diganti putranya yakni Pangeran Benowo tapi tersingkirkan oleh Arya Panggiri (putra Pangeran Prawoto). Sementara itu Pangeran Benowo hanya dijadikan bupati di Jipang.
Karena kebijaksanaan Sultan baru kurang mendapat simpati rakyat, Pajang mengalami kemunduran dan ini mendorong Pangeran Benowo untuk mengambil alih atas bantuan Raden Sutawijaya (putra Kyai Ageng Pemanahan) maka Arya Panggiri tersingkir dari kekuasaan. Pangeran Benowo merasa tidak sanggup memerintah Pajang, ia menyerahkan kekuasaan pada Raden Sutawijaya, selanjutnya Raden Sutawijaya memindahkan kekuasaanya ke Mataram.

7.      Kerajaan Mataram.
Setelah memindahkan kekuasaan dari Pajang ke Mataram, mulailah era kerajaan Mataram Baru. Sebagai upaya menghormati Pangeran Benowo, Raden Sutawijaya tidak memakai gelar Sultan dan lebih senang memakai gelar Panembahan Senopati. Tahun 1601 Panembahan Senopati wafat, kedudukanya diganti putranya yang bernama Raden Mas Jolang, terkenal dengan nama Panembahan Seda krapyak karena beliau gugur ketika ingin menaklukan Surabaya di daerah Krapyak tahun 1613.
Pengganti Sultan Mataram adalah Raden Mas Rangsang (1613-1645), bergelar Sultan Agung. Beliau menjadi raja terbesar, sejalan dengan itu kerajaan Mataram, mengalami zaman keemasan, wilayah kekuasaanya sangat luas mencakup seluruh pulau Jawa (kecuali Banten) bahkan sampai Kalimantan.
Pada masanya, Belanda sudah memasuki wilayah Indonesia dan menguasai Batavia (Jayakarta), Sultan Agung sangat membenci Belanda, sehingga pada tahun 1628 dan 1629 mengirim pasukan untuk mengusir Belanda walaupun belum berhasil karena kuatnya pertahanan Belanda. Tahun 1645 beliau wafat dan kedudukanya diganti Amangkurat I dan ketika terjadi pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat I meminta bantuan (Belanda (sikap yang sangat berlainan dengan Ayahnya), siasat licik ini harus dibayar oleh putranya Amangkurat II, berupa penandatangann perjanjian yang menguntungkan Belanda. Setelah Amangkurat II wafat, tahta diserahkan pada Amangkurat III yang membenci Belanda dan bekerja dengan Untung Surapati untuk mengusir Belanda. Untuk mengahadapinya, Belanda mengangkat Pangeran Puger (Adik Amangkurat II) menjadi Sultan Tandingan, akibatnya perang saudara yang dimenangkan Pangeran Puger , maka naik tahtalah dengan gelar Paku Buwono I.
Ikut campurnya Belanda dalam urusan kesultanan, menyebabkan berlarutnya perselisihan keluarga. Ketika Paku Buwono I wafat, Sunan Prabu (Amnagkurat IV) menjadi pengganti penggantinya, menggantikan tapi tidak disetujui Pangeran Mangkubumi sehingga terjadi perang saudara yang juga melibatkan Raden Mas Said.
Berkat politik divide et empera Belanda, kesultanan Mataram pecah menjadi 3 yaitu : Paku Buwono II (Amangkurat IV) berpusat di Surakarta, Pangeran Mangkubumi (Hamengku Buwono I) berpusat di Yogyakarta dan Raden Mas Said (Mangku Negoro I) di Surakarta.
8.      Kerajaan Cirebon.
Cirebon mulanya merupakan wilayah dari kerajaan Pajajaran, Walangsungsang (putra Prabu Siliwangi) diberi tugas menjadi juru labuhan yang bergelar Cakarabumi. Bersama adiknya Nyai Rara Santang mempelajari Islam di Pesantren Gunung Jati yang dipimpin Syekh datu Kahfi (Nurul Jati).
Setelah cukup kuat, walangsungsang memproklamirkan Cirebon menjadi kesultanan dan mengangkat dirinya menjadi Sultan yang bergelar Cakrabhuwana. Setelah Walangsungsang wafat Kedudukan dipimpin oleh Syarif Hidayatullah putra Nyai Rara Santang dengan Syarif Abdullah. Menurut Babad Cirebon, Syarif Hidayatullah berhasil mengembangkan kesultanan Cirebon, bahkan menurunkan raja-raja Cirebon termasuk juga raja-raja Banten.
Sepeninggal Syarif Hidayatullah, kekuasaan diserahkan kepada cucunya pangeran Ratu (Panembahan Yusuf), setelah itu diganti Panembahan Girilaya. Keutuhan kesultanan Cirebon hanya sampai pada Panembahan Girilaya karena setelah itu , Cirebon diperintah oleh kedua putranya Maratawijaya (Panembahan Sepuh) memimpin kasultanan Kasepuhan dan Kartawijaya (Panembahan Anom) memimpin kasultanan Kanoman.

9.      Kerajaan Banten
Tahun 1526 pasukan gabungan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Fatahillah berhasil merebut Banten dari kekuasaan Pajajaran. Pusat kekuasaan dipindahkan dari Banten Girang ke Surosowan. Karena Malaka jatuh ke Portugis, maka para pedagang Muslim mengalihkan jalur perdagangan ke Pelabuhan Banten.           
Atas persetujuan Demak, Maulana Hasanudin (putra Syarif Hidayatullah) diangkat menjadi Adipati Banten karena Ayahnya kembali ke Cirebon . Ketika Demak mengalami kemelut setelah kematian Sultan Trenggono, Maulana Hasanudin melepaskan diri dari Demak menjadi kesultanan tersendiri. Kemajuan Banten sebagai kerajaan Islam terus berlanjut pada masa raja-raja berikutnya, tapi pada masa sultan Ageng Tirtayasa kebesaran Banten mengalami kemuduran akibat ulah putranya yang bernama Sultan Haji yang bekerja sama dengan Belanda.

10.  Kerajaan Gowa-Talo (Makassar)
Gowa Talo merupakan dua kerajaan kembar yang berpusat di Sombaopu (Makasaar). Tahun 1605 raja Gowa yang bernama Karaeng Tuniggalo memeluk Islam, setelah mendengar dari seorang ulama yang berasal dari Minangkabau yang bernama Katib Tunggal (Dato ri Bandang) dan mengganti nama menjadi Sultan Alaudin Awwalul Islam.
Sultan Alaudin mengajak raja Bone, Soppeng dan Wajo untuk memeluk Islam namun ditolaknya. Karena ditolak maka diperangi sehinggga raja-raja itu mau masuk Islam. Sejak saat itu agama Islam tersebar luas di Sulawesi Selatan. Ketika sultan Alaudin wafat diganti oleh putranya yang bernama Sultan Muhamaad Said. Raja Gowa yang paling berani menentang penjajahan Belanda adalah Sultan Hasanudin karena keberanianya dijuluki Ayam Jantan dari Timur.

11.  Kerajaan Ternate dan Tidore.
Di Maluku terdapat 4 kerajaan yaitu : Tidore, Ternate, Jailolo dan Bacan. Namun hanya kerajaan Ternate dan Tidore yang berkembang menjadi kerajaan besar. Rajanya bergelar Kolano tapi setelah masuk Islam berubah gelar menjadi Sultan. Antara Ternate dan Tidore selalu bersaing untuk menguasai perdagangan, mereka membawa persekutuan dagang, sehingga lahirlah Uli Lima yang dipimpin Ternate dan Uli Siwa yang dipimpin oleh Tidore.
Persaingan semakin tajam, ketika Portugis dan Spanyol datang ke Maluku di satu sisi Ternate bersekutu dengan Portugis, sementara Tidore dengan Spanyol. Portugis melakukan politik dagang dan ikut campur dalam masalah kerajaan Ternate, Tindakan tersebut ditentang oleh rakyat Ternate dengan dipimpin Sultan Khairun , yang berusaha melepaskan diri dari Portugis.
Tahun 1570 Sultan Khairun dibunuh Portugis, peristiwa tersebut membangkitkan kemarahan rakyat, dengan dipimpin putra Kahirun , Sultan Baabullah. Beliau berusaha mengusir Portugis, melalui upaya ini kerajaan Tidore berbalik memihak Ternate dan bersama-sama menggempur Portugis. Perjuangan rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Baabullah akhirnya berhasil mengusir Portugis.

E.     Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia
Gerakan pembaruan di Indonesia merupakan salah satu contoh berkembangnya Islam di Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa  tidak ada masyarakat yang statis, semua pasti mengalami perubahan dan perkembangan.Secara garis besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1) Gerakan pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.

1.      Gerakan Pendidikan dan Sosial
Kaum pembaharu memandang, betapa pentingnya pendidikan  dalam membina   dan  membangun generasi muda. Mereka memperkenalkan sistem pendidikan  sekolah dengan kurikulum modern  untuk mengganti sistem pendidikan Islam tradisional seperti pesantren dan surau. Melalui pendidikan pola pikir masyarakat dapat diubah secara  bertahap. Oleh sebab itu, mereka mendirikan lembaga pendidikan dan mengembangkan organisasi sosial kemasyarakatan. Di antaranya sebagai berikut.

a.      Sekolah Thawalib
Sekolah ini berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar atau masjid. Lembaga pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip dengan pesantren di Jawa. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906 telah merintis  perubahan “sistem surau” menjadi sistem sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin  Hayib menerapkan sistem kelas dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku dan meja, kurikulum yang lebih baik, dan kewajiban pelajar untuk  membayar uang sekolah. Selain itu kepada para pelajar pun diperkenalkan koperasi  pelajar  guna  memenuhi kebutuhan sehari- hari mereka. Koperasi ini berkembang menjadi organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan nama Sumatera Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh para guru.

b.      Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada tanggal 17 Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad Al-Fachir bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan sayyid, yaitu kaum ningrat atau bangsawan Arab.Ada dua  program yang diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah dasar, serta menyeleksi dan mengirim para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki.  Jamiat Khair tidak hanya menerima murid keturunan Arab, tetapi juga untuk umum.Bahasa Belanda tidak diajarkan karena bahasa penjajah, tetapi diganti dengan  bahasa   Inggris. Dengan menguasai bahasa Inggris, para alumni lembaga pendidikan Jamiat Khair diharapkan dapat mengikuti kemajuan zaman.
c.       Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar,  sekolah guru dan program takhassus memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang Al-Irsyad segera dibuka di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang.Aktivitas organisasi ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair, walaupun keduanya sama-sama didirikan oleh masyarakat Arab. Jika Jamiat Khair dikuasai oleh golongan  sayyid atau ningrat. Al-Irsyad sebaliknya, menolak adanya perbedaan atau diskriminasi antara kaum elite dengan golongan alit (kecil). Al-Irsyad tidak  dapat dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab keturunan Sudan yang menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh Al-Irsyad
d.      Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di  Majalengka, jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim padaide-ide pembaruan yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh danJamaluddin al-Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir. Hayatul Qulub memusatkan perhatiannya pada bidang  pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak 1917 namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Perubahan nama  ini memiliki dua  tujuan,  yaitu menyatukan para  ulama  dan mengajak mereka untuk menerapkan cara-cara modern dalam mengelola  pendidikan.
Ada dua  sistem  pendidikan  yang  diperkenalkan  Kiai Halim: “sistem madrasah” dengan “sistem  asrama”.  Lembaga  pendidikan   dengan sistem  madrasah   dan  sistem  asrama  diberi  nama  “Santri Asromo”. Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar, dan lanjutan. Persyarikatan Ulama memiliki ciri khas, mempertahankan tradisi bermazhab dalam fiqih; tetapi menerapkan cara-cara modern  dalam pendidikan.  Pada  tahun  1952 Persyarikatan Ulama diubah menjadi Persatuan  Umat Islam (PUI) setelah difusikan dengan Al-Ittihad al-Islamiyah (AII) atau  persatuan Islam. AII didirikan dan dipimpin  oleh K.H. Ahmad Sanusi yang berpusat di Sukabumi, Jawa Barat.

e.       Nahdatul Ulama (NU)
Dikalangan pesantren dalam merespon kebangkitan nasional, membentuk organisasi  pergerakan, seperti Nahdatul Watan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916.  Kemudian  pada tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdatul  Fikri (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan  keagamaan kaum santri. Dari Nahdatul Fikri kemudian mendirikan Nahdatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki  perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdatut Tujjar, maka Taswirul Afkar, selain  tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Perkembangan selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis, serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka  setelah  berkordinasi  dengan berbagai  kiai, akhirnya  muncul kesepakatan untuk  membentuk organisasi  yang  bernama  Nah«atul Ulama (Kebangkitan Ulama). Nahdatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari  1926). Organisasi ini dipimpin  oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai  Rais Akbar. Untuk  menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka  K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qānµn Asāsi (prinsip dasar), kemudian juga  merumuskan kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah. Keduakitab tersebut kemudian  diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan  warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam menurut paham kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah  Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di berbagai bidang, antara lain sebagai berikut:
1)      Di bidang   keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2)      Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga  Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa bahkan sudah memiliki cabang di luar negeri.
3)      Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4)      Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati  hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5)      Mengembangkan usaha  lain yang  bermanfaat bagi  masyarakat luas.

f.       Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang pendidikan,  dakwah dan amal sosial. Muhammadiyah mendirikan  berbagai  sekolah  Islam ala Belanda, baik dalam satuan pendidikan, jenjang maupun kurikulumnya. Muhammadiyah  pun menerima subsidi dari pemerintah Belanda.
Organisasi ini sangat  menekankan keseimbangan antara  pendidikan agama dan pendidikan umum, serta pendidikan keterampilan. Para alumni  lembaga   pendidikan   Muhammadiyah   diharapkan   memiliki aqidah  Islam yang kuat, sekaligus memiliki keahlian untuk  hidup  di zaman modern.
Gerakan dakwah Muhammadiyah sangat menekankan kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan syirik, menyekutukan Allah SWT. dalam segala bentuknya;  menentang takhayul; khurafat; dan perbuatan bid’ah serta mengikis  habis kebiasaan  taqlid  buta dalam beragama. Muhammadiyah, menekankan pentingnya membuka  pintu  ijtihad dalam bidang hukum Islam agar umat Islam terbebas dari taqlid buta  serta  menolak  tradisi bermazhab dalam fiqih. Muhammadiyah  menolak kehidupan  tasawuf yang hanya mementingkan akhirat. Muhammadiyah  sebagaimana umumnya kaum pembaharu, menentang tarekat, karena penuh dengan perbuatan bid’ah.

2.      GerakanPolitik
Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam dalam mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan bersifat kedaerahan. Pada awal abad dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan mendirikan organisasi  modern  yang  bersifat  nasional, baik ormas  (organisasi sosial kemasyarakatan), maupun orsospol (organisasi sosial politik). Melalui pendidikan,   ormas memperjuangkan kecerdasan bangsa agar  sadar tentang hak dan kewajiban dalammemperjuangkan kemerdekaan. Dengan orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan golongan  Islam melalui saluran politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya berjuang melalui parlemen Belanda yang disebut Volksraad.
Di antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah  Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia (PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November1911 sebagai kelanjutan  dari Sarekat Dagang  Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905.
SI kemudian  berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Partai Islam  Masyumi  pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai politik Islam yang   diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan seluruh golongan umat Islam dalam negara modern yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyumi merupakan partai federasi yang menampung semua golongan tradisional.

F.       Menerapkan Perilaku Mulia
Sikap dan perilaku mulia yang harus kita kembangkan sebagai implementasi dari pelajaran tentang dakwah Islam di Nusantara antara lain sebagai berikut:
1.      Menghargai jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan segalanya demi tersebarnya syiar Islam;
2.      Berusaha memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan informasi terkini dan valid mengenai sejarah Islam, mengingat terbatasnya sumber  data dan perdebatan para pakar tentang validitas data-data sejarah;
3.      Meneladani sikap dan perilaku para dai pada masa permulaan masuknya Islam yang mengedepankan cara damai;
4.      Menjadikan semua aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan, kesenian, dan lain-lain) sebagai sarana dakwah
5.      Berusaha menjadi  dai yang  mukhlis (ikhlas), tanpa  mengukur  jerih payah dalam berdakwah dengan penghasilan;
6.      Berusaha menjadi dai yang pantas  diteladani oleh umat, khususnya generasi muda;
7.      Tetap membangun optimisme  dengan kerja  keras  untuk  meraih  kembali kejayaan Islam.


*dikutib dari buku portofolio MGMP PAI SMK Surabaya

0 komentar:

Posting Komentar

gpaismkn5sby. Diberdayakan oleh Blogger.