# SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI GURU MAPEL PAI SMKN 5 SURABAYA, NGAJI SEPANJANG HAYAT | INFO : SELAMA MASA PEMBELAJARAN DI RUMAH, PEMBELAJARAN PAI DIPUSATKAN DI SITUS RESMI INI, BAGI SISWA-SISWI SMKN 5 SURABAYA SILAHKAN KOORDINASI DENGAN GURU PAI MASING-MASING UNTUK BERSAMA-SAMA MEMBERDAYAKAN SITUS INI DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH # .....

Sabtu, 21 Maret 2020

BELAJAR DALAM PANDANGAN ISLAM

Hasil gambar untuk belajar dalam islam

oleh : Muhammad Alfithrah Arufa, M.Pd.I*

Bagaimanakah pandangan agama khususnya islam terhadap belajar, memori dan  pengetahuan ? Agaknya tiada satupun agama, termasuk islam yang menjelaskan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar, memori (akal) dan proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan oleh manusia.
Namun Islam dalam hal penekanannya terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas. kata-kata seperti ya’qiluun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qur’an, merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan.

Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang dilahirkan dalam keadaan kosong, tidak berilmu pengetahuan. Akan tetapi, tuhan memberi potensi yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri.
Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar. Adapun ragam alat fisio-psikis itu, seperti yang terungkap dalam beberapa firman Tuhan, adalah sebagai berikut :
a.       Indera penglihat (mata) yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual
b.      Indera pendengar (telinga) yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal
c.       Akal yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif).[1]

Alat-alat yang bersifat fisio-psikis itu dalam hubungannya dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang satu sama lain berhubungan secara fungsional.
Islam menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi (1984), adalah akidah yang berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta. Hal ini tersirat dalam firman Allah, “ Maka Ketahuilah Bahwa Tiada Tuhan Kecuali Allah” (QS. Muhammad:19).
Selanjutnya, berikut ini penyusun kutipkan firman-firman Allah dan hadis Nabi SAW baik yang secara eksplisit maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan.
a.       Allah berfirman ,.... Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal lah yang mampu menerima pelajaran (Al-Zumar :9)
b.      Allah Berfirman, Dan Janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui... (Al-Isra’:36)
c.       Dalam Hadist Riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena ilmu pengetahuan hanya didapat melalui belajar ... (Qardhawi, 1989)[2]

Konsep manusia adalah kosong dan fitrah ini sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad Saw:
كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه او يمجسانه
Artinya : Setia anak yang dilahirkan dalam kedaan bersih, kedua orang tualah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi,  Nasrani, atau Majusi. (H.R. Muslim)

Sejalan dengan hadist tersebut, Imam al-Ghazali mengatakan jika anak menerima ajaran dan kebiasaan hidup yang baik, maka anak itu menjadi baik. Sebaliknya jika anak itu dibiasakan melakukan perbuatan buruk, dan dibiasakan kepada hal-hal yang jahat, maka anak itu akan berakhlak jelek.[3]
Mengenai proses pembelajaran, Imam al-Ghazali mengajukan konsep pengintegrasian antara materi, metode dan media atau alat pengajarannya. Seluruh upaya tersebut harus diupayakan semaksimal mungkin sehingga dapat menumbuh kembangkan segala potensi fitrah anak, agar nantinya menjadi manusia yang hidup penuh dengan keutamaan. Materi pengajaran yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak, baik dalam hal usia, intelegensi, maupun minat dan bakatnya. Jangan sampai anak diberikan materi pengajaran yang justru merusak aqidah dan akhlaknya. Anak yang dalam kondisi taraf akalnya belum matang, hendaknya diberi materi pengajaran yang dapat mengarahkan kepada akhlak mulia. Adapun ilmu yang paling baik diberikan pada tahap pertama adalah ilmu agama dan syari’at, terutama Al-Qur’an.[4]


*Penulis adalah GPAI SMKN 5 Surabaya

[1] Syah, Muhibbin, Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011, hlm. 99
[2] Syah, Muhibbin, Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru..., hlm. 99
[3] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005, hlm. 212
[4] Fathiyah Hasan Sulaiman, system pendidikan Versi al-Ghazali, (Bandung : PT. al-Ma’arif, 1986), hlm. 24

0 komentar:

Posting Komentar

gpaismkn5sby. Diberdayakan oleh Blogger.