NgajOL Sesi-9
Pertanyaan :
Ustadz bagaimana hukumnya sholat dengan
merem / memejamkan mata? Boleh kah? .terus kalau gak boleh adakah dalil yang
melarang hal itu?
Penjelasan :
Penanya yang budiman, hal seperti itu Hukumnya MAKRUH, terkecuali ada
kepentingan dalam memejamkan matanya seperti agar dapat lebih khusyu’, tidak
terganggu dengan pandangan matanya, khawatir melihat hal-hal yang haram maka
tidak lagi makruh bahkan lebih baik ketimbang matanya terbuka.
ذَهَبَ
جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ - الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَبَعْضُ
الشَّافِعِيَّةِ - إِلَى كَرَاهَةِ تَغْمِيضِ الْعَيْنَيْنِ فِي الصَّلاَةِ
لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ
فِي الصَّلاَةِ فَلاَ يُغْمِضُ عَيْنَيْهِ . وَاحْتَجَّ لَهُ - أَيْضًا
- بِأَنَّهُ فِعْل الْيَهُودِ ، وَمَظِنَّةُ النَّوْمِ . وَعَلَّل فِي
الْبَدَائِعِ : بِأَنَّ السُّنَّةَ أَنْ يَرْمِيَ بِبَصَرِهِ إِلَى مَوْضِعِ
سُجُودِهِ وَفِي التَّغْمِيضِ تَرْكُهَا .
وَالْكَرَاهَةُ
عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ تَنْزِيهِيَّةٌ .وَاسْتَثْنَوْا مِنْ ذَلِكَ
التَّغْمِيضَ لِكَمَال الْخُشُوعِ ، بِأَنْ خَافَ فَوْتَ الْخُشُوعِ بِسَبَبِ
رُؤْيَةِ مَا يُفَرِّقُ الْخَاطِرَ فَلاَ يُكْرَهُ حِينَئِذٍ ، بَل قَال
بَعْضُهُمْ : إِنَّهُ الْأَوْلَى . قَال ابْنُ عَابِدِينَ : وَلَيْسَ بِبَعِيدٍ
قَال
الْمَالِكِيَّةُ : وَمَحَل كَرَاهَةِ التَّغْمِيضِ مَا لَمْ يَخَفِ النَّظَرَ
لِمُحَرَّمٍ ، أَوْ يَكُونُ فَتْحُ بَصَرِهِ يُشَوِّشُهُ ، وَإِلاَّ فَلاَ
يُكْرَهُ التَّغْمِيضُ حِينَئِذٍ .وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ :
أَنَّهُ لاَ يُكْرَهُ - أَيْ تَغْمِيضُ الْعَيْنَيْنِ - إِنْ لَمْ يَخَفْ مِنْهُ
ضَرَرًا عَلَى نَفْسِهِ ، أَوْ غَيْرِهِ فَإِنْ خَافَ مِنْهُ ضَرَرًا كُرِهَ
Mayoritas Ulama Fiqh (Hanafiyyah,
Malikiyyah, Hanabilah dan sebagian Syafi’iiyyah) menilai makruhnya shalat
dengan memejamkan kedua mata berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallaahu
alaihi wa sallam “Bila salah seorang diantara kalian berdiri menjalankan
shalat, maka janganlah memejamkan kedua matanya”. (HR. at-Thabrany dalam Mu’jam
al-Kabiir XI/34).
Alasan kemakruhan diatas karena disinyalir memejamkan mata saat ibadah merupakan perbuatan orang-orang Yahudi, dapat kebablasan ketiduran dan disebutkan dalam al-Badaa-I’ (juga kebanyakan kitab fiqih lainnya) bahwa yang sunah adalah mengarahkan pandangan pada tempat sujudnya dan dengan terpejam berarti meninggalkannya.
Alasan kemakruhan diatas karena disinyalir memejamkan mata saat ibadah merupakan perbuatan orang-orang Yahudi, dapat kebablasan ketiduran dan disebutkan dalam al-Badaa-I’ (juga kebanyakan kitab fiqih lainnya) bahwa yang sunah adalah mengarahkan pandangan pada tempat sujudnya dan dengan terpejam berarti meninggalkannya.
Kemakruhannya menurut kalangan Hanafiyyah tergolong MAKRUH TANZIIH
Dikecualikan dari ketentuan diatas memejamkan mata untuk menggapai sempurnanya kekhusyuan, dalam arti mengkhawatirkan hilangnya kekhusyuan saat matanya terbuka sebab melihat hal-hal yang dapat mencerai beraikan konsentrasi maka yang demikian tidak lagi makruh hukumnya bahkan sebagian ulama fiqh mengisyaratkan memejamkan mata dalam kondisi semacam ini justru lebih baik, Ibn ‘Abidiin berkata “Hal demikian tidaklah jauh (dari kebenaran)”
Kalangan Malikiyyah berpendapat :
Kemakruhan memejamkan mata tersebut bila tidak dikhawatirkan saat matanya
terbuka akan melihat hal-hal yang haram atau mengacaukan kekhusyuannya bila
demikian maka memejamkan mata baginya tidak lagi dimakruhkan.
Imam an-Nawawy cenderung memilih “Memejamkan mata saat shalat tidaklah makruh bila tidak dikhawatirkan berdampak dharar (bahaya) dalam dirinya atau orang lainnya, bila dikhawatirkan maka makruh. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah ].
Wallahu a'lam
Semoga manfaat.
Pertanyaan terkait dapat dituliskan di kolom Komentar
Nara Sumber : Ust. Muchamad Sofyan Hadi, M.Pd.I
Pertanyaan terkait dapat dituliskan di kolom Komentar
0 komentar:
Posting Komentar